Libreria Eatery - Tempat Pas untuk Memberi Makan Perut dan Otak
24 Aug 2015 View : 8368 By : Niratisaya
Sudah lama saya tahu tentang keberadaan Libreria Eatery. Tapi karena saya adalah saya, butuh waktu lebih lama lagi sebelum saya akhirnya memantapkan diri, mencengklang tas, menyeret kaki, dan mengistirahatkan diri dari pekerjaan ke salah satu tempat nongkrong asyik di daerah Surabaya bagian timur ini.
Atau awalnya niatnya sih begitu. Tapi begitu sampai di dalam dan melirik-lirik suasananya yang nyaman, walau memiliki ruangan yang nggak luas seperti Oost Koffie and Thee—atau seperti La Ricchi yang berbagi tipe bangunan yang serupa, saya malah mengeluarkan buku catatan dan mulai menyusun cerita. Kemudian, dilanjut baca-baca novel untuk review buku di Artebia.
But seriously, seberapa nyaman sebenarnya Libreria Eatery ini?
Baca juga: Heerlijk Gelato
Izinkan saya memulainya dari ambiance Libreria Eatery.
Jujur, Artebianz, saya nggak terlalu berharap banyak soal ambiance sewaktu melihat keramaian di Jalan Ngagel Jaya 89-91 yang menjadi lokasi Libreria. Apalagi dengan tempat parkir yang riuh karena Libreria musti berbagi dengan Toko Buku Uranus. Ditambah dengan ruangan yang cukup sempit. Lebih sempit dari La Ricchi bahkan.
Tapi begitu saya masuk… pandangan saya tentang tempat ini berubah.
Trivia: Libreria dalam bahasa Spanyol berarti toko buku—cue to Toko Buku Uranus.
Mungkin ini karena tidak terlalu banyak tempelan di dinding. Mungkin juga karena ada banyak tanaman yang disebar di setiap sudut ruangan, termasuk di lantai dua, dan di balkon.
Mungkin juga karena penggunaan warna serta interior café dengan slogan good food, good book, good music ini. Yang omong-omong didominasi dengan warna cokelat dan putih.
Mungkin juga karena desain Libreria yang berkesan homey. Ini masalah remeh sebenarnya, tapi penggunaan lantai yang dibuat dari semen membuat saya teringat pada rumah kakek saya. It may be just a small touch, but that small touch means a lot.
Imbasnya, saya awet bertahan empat jam di Libreria tanpa merasa diburu-buru waktu.
Baca juga: my Kopi-O! Salah Satu Spot Nongkrong dan Ngobrol Asyik
Hal kedua yang saya perhatikan, tentu saja, adalah menu Libreria Eatery.
Dari empat specialities yang ditawarkan oleh Libreria Eatery hari itu (22 Agustus), saya tertarik mencoba Oz Tenderloin. Sementara untuk minum, pilihan saya jatuh pada iced cappuccino. Karena Surabaya sedang terik-teriknya dan saya pengin nyicip cappuccino ketimbang americano
Entah karena saya besar dengan makanan buatan nenek saya, yang aseli Jawa Timur, saya pun terbiasa dengan makanan yang sarat bumbu: tipe makanan yang bahkan kalau kuahnya dimakan dengan nasi saja sudah cukup memuaskan. Jadi, begitu menyantap Oz Tenderloin Libreria saya merasa olahan daging Australia ini kurang nendang. Merica dan garam yang biasa jadi bumbu daging steik terasa light banget. Seringan paduan yang dipakai untuk menumis buncis.
Andai sewaktu membumbui daging steik merica dan garam diberikan lebih banyak lagi, saya rasa steik Oz Tenderloin bakal terasa delicioz banget.
Sebaliknya, untuk kopi Libreria lumayan okeh. I really love it… sampai akhirnya saya mengaduknya dan semua gula yang ada di bawah ikut menari dan menyatu dengan kopi. Jadi terlalu manis....
Saran saya, Libreria lebih baik menyediakan gula cair dalam wadah terpisah sehingga pelanggan bisa menentukan sendiri kadar manis minumannya.
Saya juga sempat mencicipi dua kue Libreria Eatery. Nggak langsung di tempat tentunya. Saya membawa pulang pie lemon dan blueberry cheese cake (I always love both of these two!) dan membaginya bersama mamak saya.
Saya dan mamak saya sepakat kalau dua varian kue Libreria ini haujek! Tapi menurut mamak saya pie lemon lebih mudah dicerna karena manis dan asamnya nggak bikin eneg. Berbeda dengan blueberry cheese cake Libreria yang kalau nggak diimbangi dengan minuman pahit (semacam espresso atau americano—atau teh kental tanpa gula) akan membuat kita berhenti menyuapkan tiap potongannya.
Sementara itu, perkara tekstur, I love both! Walau sebenarnya kalau diangetin dengan microwave, khususnya pie lemon bakal lebih sempurna karena terasa kres-kres bagian kulitnya yang sudah lembab karena kena lemon custard. But all in all, I really love them. (Sudah berapa kali saya nulis ini? )
Baca juga: Coffee Bean & Tea Leaf Surabaya Town Square
Yang ketiga adalah fasilitas Libreria Eatery.
Seperti kebanyakan tempat-tempat gaul bin ngeksis di Surabaya, Libreria Eatery menyediakan colokan di setiap meja dan, yang pasti, WiFi.
Pelayanan Libreria cukup okeh—cara menjawab pertanyaan pelanggan, melayani pertanyaan, bahkan sewaktu si pelanggan ceroboh itu (baca: saya) nggak sengaja meninggalkan barangnya—para pegawai melayani dengan ramah. Saya sempat berpikir, rasanya bakal okeh banget nih kalau ada yang stand by di lantai dua (semacam yang dilakukan Oost Koffie and Thee untuk ruang outdoor-nya. Tapi kalau dipikir-pikir kembali rasanya agak awkward mungkin, berdiri tanpa melakukan apa-apa.
Apalagi di Libreria nggak ada sudut atau post pegawai menunggu tanpa membuat pelanggan terganggu.
Saya sempat membayangkan ada band akustik yang main di Libreria. Seandainya saja tembok di dekat tangga jadi ruang terbuka untuk panggung *dreamy eyes*
Libreria Eatery, all in all….
Libreria Eatery is indeed a good place to enjoy your book and food while listening to good music.
Alamat | Jl. Ngagel Jaya 89-91 Surabaya |
Jam operasi |
Toko 10.00 pagi - 10.00 malam |
Telepon | +62 812 3189 4567 |
Harga | Rp20.000,00 sampai Rp.55.000,00 |
Pembayaran | tunai, kartu debit, Visa, Mastercard |
Situs |
Rating Libreria Eatery

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.
Profil Selengkapnya >>