Antara Instagram, Dean, Dan Generasi Kekinian
13 Jan 2018 View : 7887 By : Niratisaya
Dean baru masuk ke dalam radar saya tidak lama, tapi lagu-lagunya yang catchy menarik perhatian saya. Tapi baru ketika lelaki kelahiran November 1992 ini merilis single barunya (“Instagram”) bulan lalu (Desember 2017), saya baru benar-benar memperhatikan musik dan lirik lagu ciptaannya. Biasanya saya, yang punya kemampuan pemahaman kosakata bahasa Korea seperti anak umur satu tahun, hanya menikmati musik lagu-lagu Korea yang saya dengarkan.
Atau karena musisi/band Korea itu menyanyikan lagu dalam bahasa Inggris, seperti Tablo.
Alasan saya memilih “Instagram” untuk diulas sederhana; judul pilihan Dean ini menurut saya mewakili mood dan lifestyle para generasi kekinian. Yang selalu lekat dan dekat dengan akun Instagram mereka.
Seperti dalam cuplikan lirik "Instagram" yang ini:
There’s a hole in my heart
Nothing can fill it up, yeah….
I’m sinking right now, inside a square ocean
Analisis Lagu "Instagram"
I know tomorrow is coming
But I can’t let go off my phone
Sleep just isn’t coming to me, yeah….
So, I’m on Instagram, Instagram again
So many hot shots here
Some are on vacation
I didn’t press “like”, because it feels like I’m the only one like this
Inside Instagram, Instagram
FIRST CHORUS
It’s a problem in the whole world
It’s the same love song, but it doesn’t touch me
In my night, there are too many thoughts
BRIDGE
It’s complicated
Changing it up so often I don’t want to do this
This damn information age, there is definitely a problem
These days , knowing more makes you more miserable
As time goes by, it gets harder
Am I the only one?
Don’t want to go clubbing, don’t want to watch a movie
What else is there to do?
I just end up in my neighborhood
There’s a hole in my heart
Nothing can fill it up, yeah….
I’m sinking right now, inside a square ocean
(Back to first chorus)
Tururutu … tururutu 2x
Just wasting time like this, inside Instagram
Lonely, lonely, so lonely
Are things always this hard?
No way, no way
In this feed, people are living a different world from me
SECOND CHORUS
I’m useless, posting these pictures
But no one knows my hidden feelings behind them
I’m wandering again, inside Instagram
Yeah … so how are you these days?
I’m still the same, can’t sleep
Your short hair looked so pretty
But I didn’t press like, because it just seems a bit funny
Tururutu … tururutu 2x
Just wasting time like this, Inside Instagram
Tururutu … tururutu….
Baca juga: Literasi Desember: Literaturia, Budaya Berpikir Kritis, dan Literasi Media
Analisis “Instagram”: Lirik
I know tomorrow is coming
But I can’t let go off my phone
Sleep just isn’t coming to me, yeah….
So, I’m on Instagram, Instagram again
So many hot shots here
Some are on vacation
I didn’t press “like”, because it feels like I’m the only one like this
Inside Instagram, Instagram
Pada dua bait pertama, Dean membawa pendengarnya pada satu malam yang penuh pikiran. Kita mungkin begitu suntuk, tapi kantuk tidak juga datang. Satu situasi yang pernah, atau mungkin sering, kita dialami. Satu-satunya solusi adalah membuka ponsel dan masuk ke akun Instagram. Mengintip “jendela” kehidupan orang lain, yang mungkin membuat kita iri. Karena sementara kita terjebak di kamar, orang-orang itu memamerkan foto-foto liburan di tempat eksotis atau makanan yang menggiurkan.
Celakanya, alih-alih menutup ponsel dan tidur demi bersiap untuk hari esok. Kita justru terpancing untuk berselancar lebih jauh dan lebih lama di dunia maya dan akun Instagram kita. Menekan ikon kaca pembesar dan menilik kehidupan-kehidupan lain, yang ingin kita jalani.
Sebut saja ini kutukan zaman informasi, seperti lirik “Instagram” ini:
This damn information age, there is definitely a problem
These days , knowing more makes you more miserable
Dilema kehidupan generasi kekinian aka para milenial di jaman-now adalah selain harus menemukan passion dan jalan kita sendiri dalam kehidupan, kita juga dituntut untuk memenuhi kriteria kemapanan dalam hidup. Sementara itu, di pihak lain, kita juga digoda oleh “buah khuldi” duniawi. Kali ini, yang ditawarkan oleh si “buah khuldi” yang menyaru dalam bentuk aplikasi adalah pengetahuan mengenai kehidupan-kehidupan para liyan. Yang sejatinya hanyalah highlight moment dalam kehidupan orang lain, yang bisa jadi sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kehidupan kita.
Sayangnya, highlight moment yang singkat dan penuh hingar-bingar kehidupan serba wah itu demikian menyilaukan. Saking silaunya, membuat para peselancar Instagram enggan menyadari sisi lain kehidupan para selebgram. Sebaliknya, highlight dalam gambar-gambar itu memancing kita untuk mengikuti langkah orang lain. Mengesampingkan—atau bahkan lebih buruknya lagi, melupakan mimpi dan passion sejati kita. Imbasnya, kita malah hanya berputar dalam satu titik kehidupan. Tidak pernah benar-benar merasa puas dengan apa yang kita miliki dan kehidupan yang kita jalani.
There’s a hole in my heart
Nothing can fill it up, yeah….
I’m sinking right now, inside a square ocean.
Dalam sebuah wawancara, Dean mengaku bahwa dia menciptakan Instagram dari pengalaman pribadinya, bukan hanya sebagai alat untuk memudahkannya berbagi pengalaman lewat lagunya. Tetapi juga agar para penikmat musiknya bisa dengan mudah berempati dengan dirinya, dan sebaliknya.
Niat Dean ini cukup terlihat jelas di beberapa baik terakhirnya:
I’m useless, posting these pictures
But no one knows my hidden feelings behind them
I’m wandering again, inside Instagram
Yeah … so how are you these days?
I’m still the same, can’t sleep
Your short hair looked so pretty
But I didn’t press like, because it just seems a bit funny
Bahwa terkadang kita memposting foto tanpa benar-benar berniat menyampaikan apa yang sebenarnya ada dalam batin atau pikiran kita. Kita mempostingnya hanya demi eksis dalam kancah per-Instagram-an. Sementara itu, sebenarnya niatan tebersit dalam diri kita adalah menyapa mantan—atau gebetan—yang malah berakhir dengan kita sekadar memandang foto-fotonya.
Ke mana-mana, rasanya kita tidak bisa bisa lepas dari teror mantan dan kenangan, ya. Hehehe….
Baca juga: The Swimmer
Analisis “Instagram”: Komposisi Lagu
Salah satu elemen yang menarik dari “Instagram” adalah komposisinya di paruh pertama. Benar-benar minimalis untuk ukuran lagu RnB dan suara soulful Dean. “Instagram” dibuka dengan kerikan jangkrik yang membawa imajinasi pendengar ke suasana malam dan kesendirian Dean, sebelum disusul dengan petikan gitar.
Karakteristik musik RnB Dean baru muncul di paruh kedua “Instagram”, tepat di bagian bridge. Ketika lirik di bagian bridge menggambarkan kompleksitas kehidupan para generasi kekinian, komposisi lagu Dean pun mulai nge-beat tanpa komposisi yang berlebih. Terutama kalau dibandingkan dengan “And July”, lagu Dean yang pertama kali saya dengar.
Sebaliknya, kalau ada yang menonjol dari “Instagram” adalah suara Dean. Mulanya suara Dean dan pace flow-nya mengikuti lagu, sebelum berubah menjadi husky saat “meneriakkan” kesepian.
Tentang Instagram Dan Dean
Untuk memproduksi “Instagram”, Dean menghabiskan waktu dua bulan bekerja di studionya dari pukul 3 siang sampai 4-5 pagi. Namun dia tidak mempedulikan bagaimana nasib ciptaannya di tangga lagu—atau berapa pemasukan yang didapatkannya. Yang terpenting bagi Dean saat menciptakan lagu adalah kualitasnya. Mungkin inilah sebabnya lagu-lagu ciptaannya kerap merajai tangga lagu.
Demikian pula saat membuat komposisi “Instagram”. Dean ingin menciptakan lagu yang identik dengan dirinya. Lagu yang menggambarkan kehidupan mereka dengan usia 20-30 tahun, sehingga dia bisa berbicara dengan jujur mengenai situasi dan kondisinya. Dan, sebagai imbal balik, mendapatkan empati dari para pendengarnya. Yang kemungkinan besar memiliki atau mengalami hal yang sama dengannya.
Dean mulai mengamati kehidupan dan dirinya secara objektif. Dia pun sadar bahwa setiap kali punya waktu luang, dia akan membuka Instagram. Namun, saat membuka akun Instagram-nya, dan mengingat posisinya sebagai musisi yang relatif masih hijau di dunia musik Korea, Dean justru semakin depresi melihat akun-akun musisi yang lebih berpengalaman.
Dean merasa seperti tokoh Robinson Crusoe yang terisolasi dalam studionya, sementara teman-temannya menikmati kehidupannya. Kehidupan dan rutinitasnya selama memproduksi lagu inilah yang kemudian mendorong Dean untuk menciptakan “Instagram”.
Untuk akun Instagram-nya sendiri, Dean mengaku kalau dia banyak menghapus foto-fotonya yang berpose “sok tampan”. Dia ingin akun Instagram-nya mewakili profesinya sebagai seorang musisi dan penyanyi.
Baca juga: Lalu Abdul Fatah - Profesi, Delusi, Dan Identitas Diri
Sumber lirik lagu: colorcodedlyrics.com

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.
Profil Selengkapnya >>