House Of Sampoerna: Sebuah Album Kenangan Kota Surabaya

18 Nov 2014    View : 8991    By : Amidah Budi Utami


Halo Artebianz! Kali ini Tim Artebia akan mengulas tentang sebuah museum cukup terkenal di Surabaya: House of Sampoerna.

Berawal dari rasa penat Tim Artebia dengan rutinitas kerja setiap hari kemudian muncul obrolan-obrolan iseng mengenai objek wisata di dalam kota Surabaya. Mengapa objek wisata di Surabaya? Karena saat itu Tim Artebia tidak punya cukup waktu untuk bepergian ke luar kota dan demi menghemat budget. Akhirnya kami putuskan untuk mengujungi museum House of Sampurna beramai-ramai.

Persiapan kami cukup simpel yaitu sekedar mencari informasi mengenai lokasi museum House of Sampoerna, jam buka museum, serta informasi mengenai Surabaya Heritage Track - program andalan House of Sampoerna. Setelah browsing kami merasa yakin sudah memiliki bekal pengetahuan untuk perjalanan wisata.

 

 

Berangkat Menuju House of Sampoerna:

Kami berangkat dari Surabaya Barat menuju daerah Wonokromo, selanjutnya mengambil rute Jalan Darmo - Jalan Basuki Rachmat - Jalan Embong Malang - Jalan Blauran - Jalan Indrapura - Jalan Rajawali. Sesampainya di Jalan Rajawali kami belok kiri masuk gang (sebenarnya masih jalan raya tapi lumayan sempit). Saat memasuki gang tersebut, kami kehilangan arah, tapi yakin sudah dekat dengan lokasi museum House of Sampoerna. Akhirnya kami asal jalan saja menyusuri gang tersebut, kemudian secara tidak sengaja sampailah di depan museum House of Sampoerna. Kami bisa mengenali bangunannya karena sebelumnya sudah melihat bangunan museum House of Sampoerna di internet.

Selain jalur yang kami lewati, museum House of Sampoerna juga bisa dicapai dari berbagai arah dengan berkendara:
- 10 menit dari Gerbong Tol Tanjung Perak
- 12 menit dari Tunjungan Plaza
- 20 menit dari Jembatan Suromadu

Baca juga: Gedung De Javasche Bank Surabaya - Saksi Sejarah Panjang Perbankan Indonesia

 

 

Area Museum House of Sampoerna:

Sejak memasuki area parkir kami sudah merasa nyaman dengan atmosfernya. Area museum House of Sampoerna tidak terlalu luas, tapi tertata apik serta terlihat sangat terawat. Bagian luar museum House of Sampoerna didominasi tanaman-tanaman cantik. Di area museum House of sampoerna terdapat tiga bangunan utama. Bangunan sebelah barat difungsikan sebagai tempat tinggal keluarga Sampoerna.

Keluarga Sampoerna memiliki tradisi bahwa pemimpin perusahaan harus tinggal di dekat perusahaannya, agar bisa mengawasi secara langsung jalannya perusahaan. Khusus bangunan kediaman keluarga Sampoerna tidak boleh dimasuki pengunjung. Bangunan yang terletak di tengah berfungsi sebagai museum. Bangunan tersebut memiliki 4 pilar tinggi serta kokoh. Di antara pilar-pilar tersebut adalah spot favorit untuk berfoto. Sedangkan bangunan sebelah timur difungsikan sebagai cafe.

house of sampoerna bagian depanGambar diambil dari 1.bp.blogspot.com

Memasuki ruang pertama museum House of Sampoerna, kami disambut oleh kolam ikan koi. Kolam tersebut berbentuk melingkar dibangun tepat di depan pintu masuk museum House of Sampoerna. Saya merasa kolam ikan koi tersebut tidak ada kolerasi dengan isi museum House of sampoerna, kehadirannya hanya sebatas dekorasi menyejukkan.

Di ruangan pertama ada tiga hal menarik perhatian saya: beberapa jenis cengkih, beberapa jenis tembakau, serta sebuah warung kaki lima. Cengkih diletakkan di dalam keranjang-keranjang bambu. Terdapat beberapa keranjang, masing-masing berisi cengkih dari beberapa daerah berbeda. Ada cengkih Jawa, Maluku, Kalimantan, serta daerah-daerah lainnya. Karena ibu saya adalah pedagang cengkih, maka saya sudah cukup akrab dengan jenis rempah ini. Namun selama ini saya hanya akrab dengan cengkih Jawa. Jadi, ini pertemuan pertamaku dengan cengkih dari luar Jawa.

Perbedaan cengkih dari daerah satu dengan daerah lain terletak pada: ukuran, warna serta aromanya. Cengkih jawa memiliki ukuran lebih kecil, warna lebih gelap, serta aroma tersendiri (seperti aroma yang saya jumpai di rumah).

Objek menarik kedua adalah daun tembakau. Perwujudan daun-daun tembakau ini berbeda. Salah satu teman saya dari Temanggung - ayahnya adalah petani sekaligus pengumpul tembakau - menjelaskan tentang beberapa variasi daun-daun tembakau di depan kami. Tapi sepertinya saya tidak mengingat dengan baik informasi yang disampaikan. Saya hanya mengingat bahwa daun-daun tembakau tersebut mempunyai lebar serta ujung-ujung berbeda. Perbedaan tersebut menjadi ciri khas dari mana mereka berasal.

Objek ketiga adalah warung kaki lima. Warung itu mengingatkanku pada zaman dulu ketika masih menjadi bocah. Zaman yang sebagian terlupa dan sebagian lainnya masih teringat namun samar. Di warung kaki lima itu ada toples-toples kaca khas zaman dulu, berisi permen serta jajanan zaman dulu, rantang zaman dulu, serta beberapa pernik lain. Saya refleks tersenyum ketika melihatnya, menyadari sudah lama tidak berjumpa dengan benda-benda ini. Saya sudah tidak bisa menemukannya di rumah saya atau rumah nenek.

warung kaki lima di house of sampoerna

Baca juga: Jejak Kaki Artebia: Menyusuri Sejarah Surabaya Edisi Siola

 

Memasuki ruangan kedua museum House of Sampoerna pengunjung disuguhi berbagai macam lukisan serta foto-foto zaman dulu. Saya mengamati dan menikmati satu per satu lukisan namun sepertinya tidak ada yang saya ingat dengan baik saat ini.

Memasuki ruangan ketiga yang sedikit lebih luas dari ruangan sebelumnya. Di sana ada beberapa benda dengan jenis random, tapi masih dengan tema sama - tema tempo dulu. Di ruangan ketiga terdapat sepeda tua, motor tua, dan kios rokok. Sepeda tua dan motor tua masih menjadi objek favorit untuk berfoto. Sedang mengenai kios-kios rokok, saya menganggap hal ini adalah apresiasi khusus pihak Sampoerna terhadap para "distributor kecil" mereka. Di ruangan ketiga tersebut terdapat dua tangga masing-masing di pojok ruangan. Tangga tersebut menghubungkan ke lantai dua.

Di lantai dua, Artebianz tidak diperbolehkan mengambil gambar. Lantai ini merupakan ruangan terakhir museum House of Sampoerna diisi oleh cindera mata khas Jawa. Cindera mata tersebut bisa dibeli oleh pengunjung House of Sampoerna. Terdapat berbagai jenis kaos, tas, serta batik-batik cantik. Dari berbagai jenis cindera mata, batik tulis paling menarik minatku. Ah, sepertinya saya sudah terbawa suasana tempo dulu!

Selain disuguhi cindera mata, diruangan tersebut Artebianz bisa melihat ibu-ibu sedang bekerja melinting rokok. Di sisi utara ruangan disekat oleh dinding kaca. Melalui dinding kaca tersebut, Artebianz bisa melihat aktifitas produksi rokok yang terletak tepat berada di belakang museum. Para ibu bekerja dengan cepat dan semangat. Rata-rata karyawan dapat menghasilkan 325 batang rokok per jam.

Kami keluar dari museum masih sekitar pukul sebelas pagi. Karena hari masih panjang dan kami sudah memutuskan untuk menghabiskan hari ini untuk jalan-jalan maka kami sepakat untuk ikut Surabaya Heritage Track sesi siang. Kami bertanya ke bagian informasi apakah masih ada tiket tersisa untuk siang ini. Untungnya kami dapat! Tiga tiket terakhir untuk Tim Artebia. Karena jadwal tur masih jam satu siang maka kami memutuskan untuk cari tempat makan serta tempat sholat.

Sebelum mengikuti tur Surabaya Heritage Track kami sepakat untuk mampir dulu ke A Cafe. Sesuai dengan namanya, A Cafe didominasi oleh "suasana rokok". Terdapat poster-poster rokok tersebar di dinding-dinding A Cafe. Dari daftar menu yang tersedia, ada beberapa macam makanan Eropa serta makanan Asia, tetapi ada juga makanan dan minuman khas Surabaya. Patokan harga setara dengan harga makanan dan minuman di cafe-cafe lain.

A cafe - kafenya house of sampoernaGambar diambil dari catatanlangkah.files.wordpress.com

Baca juga: Melihat Sisi Lampau Surabaya Di Museum Surabaya


 

Surabaya Heritage Track

Surabaya Heritage Track adalah tur mini yang diselenggarakan oleh House of Sampoerna dengan jalur wisata tempat-tempat bersejarah di sekitar Surabaya. Tur Surabaya Heritage Track dilaksanakan sehari tiga kali, yaitu: tur pagi (09.00-10.30), tur siang (13.00-14.30) serta tur sore (15.00-16.30) pada weekday dan weekend. Tur tersebut menggunakan transportasi bus mini yang disediakan khusus oleh House of Sampoerna.

Dalam satu bus dapat diisi oleh 20 orang pengunjung, satu orang guide, satu orang sopir, serta satu orang asisten sopir. Untuk pemesanan tiket, pihak museum House of Sampoena memberlakukan kebijakan 10 tiket bisa dipesan beberapa hari sebelumnya melalui telepon. Sedangkan 10 tiket sisanya hanya bisa dipesan di tempat pada hari itu juga.

surabaya heritage trackGambar diambil dari lensaindonesia.com

Rute tur Surabaya Heritage Track pada siang itu adalah GNI-Tugu Pahlawan-PTPN XI. Namun karena saat itu GNI sedang disewa untuk sebuah acara, maka rute terpotong hanya pada Tugu Pahlawan-PTPN XI. Saya sudah sering melewati Tugu Pahlawan, tapi belum pernah masuk ke dalam kompleksnya. Di dalamnya terdapat lapangan luas nan hijau, sebuah tugu tinggi menjulang, serta sebuah museum. Namun sangat disayangkan saat itu museum tutup.

Tujuan tur selanjutnya adalah gedung PTPN XI. Gedung peninggalan Belanda tersebut terdiri atas dua lantai yang saat ini difungsikan sebagai kantor. Selain dua lantai tersebuat ternyata gedung PTPN XI memiliki lantai bawah tanah yang dulu saat zaman Belanda difungsikan sebagai penjara bawah tanah. Sesaat saya membayangkan bagaimana seandainya saya harus lembur sendirian di gedung ini? Merinding deh!

Di antara gedung peninggalan Belanda di Surabaya ternyata ada  kesamaan ciri: gedung-gedung itu identik dengan penjara bawah tanah serta jam raksasa di atas gedung.

Saya sangat excited menapaki setiap ruangan di gedung berarsitektur khas Eropa tersebut. Langit-langit tinggi serta lorong-lorong panjang adalah dimensi yang selalu saya cari sebagai objek fotografi. Apalagi saya tidak perlu ke luar negeri untuk bisa melihat, menyentuh serta mengabadikannya. Semuanya bisa dinikmati di dalam kota tempat tinggal saya dalam acara tur gratis! Hemm, saya merenung sebentar dan kemudian mendapatkan sebuah quote tentang tur kali ini :

Traveling is not always about how far you go. But, sometime it's about how you got different feeling when you are at different place.

arsitektur gedung ptpn xi

Baca juga: Peneleh, Daerah Penuh Pesona dan Sejarah: Peneleh Gang VII

 




Amidah Budi Utami

Amidah Budi Utami adalah seorang perempuan yang bekerja di bidang IT dan menyukai seni, sastra, fotografi, dan jalan-jalan.

Profil Selengkapnya >>

Wisata Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Stigma dan Tradisi: Perempuan, Terlahir Sebagai Penghuni Neraka


Dimas-Lissa: Pudarkan Kapitalisasi Pendidikan Lewat Sekolah Gratis Ngelmu Pring


Cafe Waiting Love - Kompleksnya Kesederhanaan Cinta Ala Remaja


Maleficent - Dekonstruksi Cinta Sejati dan Dongeng Putri Tidur


HiVi - Siapkah Kau Tuk Jatuh Cinta Lagi


Mojok dan Makan Mi di Pojok II, Perak, Jombang


Zein's Cafe - Ngupi Cantik Tanpa Jadi Pelit


Wisata Madiun Bersama Keluarga


Pasar Seni Lukis Indonesia 2015


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Pertama)


Oma Lena - Part 1


Kata-Kata Itu Telah Hilang Saat Kami Lahir