Dari Surga Belanja Menjadi Surga Makanan, Kedai Tunjungan City

11 Jan 2015    View : 3278    By : Niratisaya


Allo, Artebian!

Menyambung petualangan Tim Artebia di Siola beberapa waktu yang lalu, di artikel kali ini saya akan membahas mengenai rumah makan yang mengambil salah satu sudut di gedung yang dulunya bernama Whiteaway Laidlaw ini.

Terdapat beberapa rumah makan dan warung di kawasan Genteng Kali dan Tunjungan yang bisa dipilih Artebian saat ingin icip-icip makanan khas Surabaya. Tapi, berhubung Tim Artebia sudah kadung menyambangi Siola, jadilah kami memilih kedai Tunjungan City ini.

Di dalam kedai ini ada beberapa penjual makanan dan minuman, mulai dari yang khas di daerah Surabaya, sampai yang sama sekali bukan khas Surabaya. Misalnya kopi, siomay, dan shisa.

Kedai Tunjungan City didominasi oleh wallpaper bergambar bata merah dan furnitur kayu. Selain itu, bila pengunjung ingin suasana yang lebih private dan intim, kedai ini menyediakan beberapa kursi di lantai dua. Sayang, kami saat itu terlalu lelah untuk mengeksplor lebih jauh seperti apa renovasi gedung bekas Ramayana Departemen Store ini.

Kedai Tunjungan CityIni... bikin kita pengin pesan anggur dan steik ya, Artebian? Tongue Out

Kami memilih salah satu meja yang berada di dekat jendela.

Dari sekian banyak menu makanan, kami pun memilih gado-gado, tahu telur, dan siomay. Kenapa kami memilih makanan berbumbu kacang? Beneran, Artebian, kami nggak sengaja atau menentukan dengan tema makan siang.

Baca juga: Pusatnya Soto Lamongan

 

Tahu Telor dan Gado-gado

Makanan pertama yang saya coba adalah gado-gado.

Meski bisa dibilang standar dan mudah, tapi gado-gado nggak bisa dikatakan sebagai makanan gampangan. Pertama, bumbu kacang harus blending dengan sayur-sayuran. Saya nggak terlalu rewel tentang tekstur bumbu kacang. Baik yang terasa potongannya atau lembut, asal nggak terlalu mendominasi rasa sayur saya oke-oke saja. Untuk kasus ini, saya bisa mengatakan kedai Tunjungan City ini lulus.

Kedua, dan yang paling penting, adalah kerupuk. Selama ini saya selalu nyaman dengan kerupuk-kerupuk kecil yang nggak terlalu mendominasi rasa gado-gado. Di hidangan ini yang saya nikmati adalah makan salad khas Surabaya yang mengandalkan perpaduan sayuran dan bumbu kacang, karena itu saya kecewa sewaktu tahu kalau kerupuk yang digunakan di gado-gado khas Kedai Tunjungan City adalah kerupuk udang.

Gado-gadoThe infamous Kerupuk udang on Bumbu Kacang

Perpaduan kerupuk udang dan bumbu kacang adalah satu hal yang nggak akan pernah saya nikmati dengan baik, Artebian. Rasanya jadi membingungkan. Jadi, hari itu saya menyingkirkan semua kerupuk.

Sementara itu, untuk tahu telor, teman saya yang menemani saat itu mengatakan kalau tahu telor Kedai Tunjungan City lumayan.

Untuk siomay, yang baru saya nikmati sorenya, saya dikecewakan untuk kedua kalinya. Nggak ada yang menonjol dari siomay ini. Nggak bumbu kacang, atau siomaynya sendiri. It was too bland.

Baca juga: Bubur Turki Kayseri

 

 

Yang Asyik dari Kedai Tunjungan City

Nuansa kedai dan AC-nya!

Hahaha .... Serius Artebianz, setelah berjalan kaki selama tiga jam, AC adalah hal terpenting saat itu bagi kami. Untuk nuansa, bolehlah... cukup ngademin mata dan hati yang kepanasan seperti jiwa-jiwa rapuh kami ini.

Hal berikut yang asyik adalah kami diperbolehkan meminum air mineral yang sudah kami bawa. This, Artebianz, is one of the few things that I really like about Kedai Tunjungan City that time.

 

 

Yang Kurang Asyik dari Kedai Tunjungan City

Pelayanan yang cukup lama.

Sebelum makanan tiba, jus yang kami pesan sudah datang duluan. Kami mencoba ngobrol sambil meminum sedikit demi sedikit minuman kami, tapi makanan baru datang sewaktu minuman kami hampir habis, Artebian.

Uooopo iki? Surprised

Batin saya saat itu. Tapi untunglah, kompensasinya kami boleh minum air mineral yang kami bawa, Artebianz. And this is why, saya memasukkan aspek ini sebagai salah satu hal yang asyik.

Nggak ada musik. Seandainya saat itu ada musik lembut (jaz, pop, blues, bosanova, atau apalah) mungkin nuansa di kedai lebih asyik dan nggak terlalu garing karena banyak vendor yang tutup.

Mengenai harga, standar untuk ukuran kedai yang ada di pusat kota. Tapi pada saat yang sama, saya juga ingin rasa makanan juga dibuat standar. Jangan setengah seperti siomay dan gado-gado. Menurut saya, dengan lokasi yang strategis, yang dibutuhkan oleh Kedai Tunjungan City hanya fokus pada makanan dan manajemen yang baik. Sehingga tidak ada menunggu dan pelanggan yang bingung memilih karena saking banyaknya pilihan.

And to tell you the truth, Artebian, dekorasi dan wallpaper di Kedai Tunjungan City menurut saya lebih cocok untuk restoran makanan barat seperti ayam goreng, steik, kentang tumbuk, pai, dan lain-lain.

Baca juga: Icip-Icip Zeblak Zoss

 


Tag :


Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Makan Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Malaikat Tak Bersayap


Cinderella Teeth - Kisah Cinderella dan Para Peri Gigi Modern


Misteri serta Sejarah Jatimulyo dan Mojolangu, Malang (Bag. 2)


Hormones The Series Season 1: Realita Remaja Saat Ini (Part 1)


Prisca Primasari - Menulis Adalah Memberi Kado Pada Diri Sendiri


Bakmi dan Sate Klathak Ala Djogdja: Menikmati Jogjakarta di Surabaya


Omnivoro Ciputra World, Fusion Cafe untuk Para Omnivora


Angel's Smile


HiVi - Siapkah Kau Tuk Jatuh Cinta Lagi


The Backstage Surabaya (Bagian 1) : How To Start A StartUp


Menguak Luruh


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Ketiga)