Literasi Oktober: Big Bad Wolf Menghantui (Pecinta Buku) Surabaya

30 Oct 2016    View : 2059    By : Niratisaya


Tahun 2009 sebuah event diadakan di Kuala Lumpur demi meningkatkan minat baca dan literasi. Namun, yang dijual di event ini bukan buku-buku sisa atau novel-novel yang sudah habis masa jayanya di toko-toko buku—atau lepas dari ingatan pembacanya. Sebaliknya, Artebianz akan menemukan banyak buku dari penulis-penulis terkenal sekaliber Stephen King atau Suzanne Collins serta ratusan, bahkan mungkin ribuan, buku dengan judul yang menarik. Semua dijual dengan harga miring semiring-miringnya harga.

Event bernama Big Bad Wolf ini digagas oleh Andrew Yap, direktur eksekutif BookXcess, dan istrinya Jacqueline Ng. Meski di awal-awal Big Bad Wolf tidak terlalu menghasilkan banyak keuntungan sebagai sebuah event yang berukuran cukup besar dan ambisius, tapi Yap tidak menghentikan usahanya untuk mengadakan bacaan murah nan bermutu bagi masyarakat Malaysia.

Big Bad Wolf 2016Presale day dan ini baru salah satu sudut, belum dari sisi saya dan yang ada di depan pintu utama

Usaha Yap pun tidak sia-sia. Terbukti, tahun ini (2016), Big Bad Wolf menjadi salah satu event yang paling ditunggu-tunggu. Event ini pun tidak lagi terbatas untuk penduduk Kuala Lumpur. Perlahan, Big Bad Wolf mulai 'menghantui' penduduk Malaysia, kemudian Thailand dan Indonesia.

Baca juga: Goodreads Surabaya, Fauzi Oddang, dan Puya ke Puya

 

 

The First Big Bad Wolf Events in Indonesia

Big Bad Wolf Indonesia sendiri pertama kali diadakan di Jakarta. Tepatnya di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang.

Ada beberapa pertimbangan Yap saat mendatangkan Big Bad Wolf ke Indonesia. Pertama adalah jumlah penduduk Indonesia. Pelemahan ekonomi di Malaysia membuat Yap harus memutar otak dan berani mengambil risiko. Ia pun memutuskan untuk mengadakan Big Bad Wolf di Indonesia, tepatnya Jakarta. Namun, selain ingin mendapatkan keuntungan, Yap juga memiliki keinginan untuk menularkan minat baca.

Big Bad Wolf 2016

Saya pribadi merasa Yap dan Ng memiliki minat baca yang tinggi. Hal ini bisa dilihat dari berbagai judul dan genre buku yang ada di pameran Big Bad Wolf. Artebianz bisa melihat bahwa pasangan suami istri pecinta buku tersebut tidak hanya sekadar mengadakan event buku murah, tapi juga mengajak orang-orang untuk mencintai membaca, dengan menghadirkan buku-buku berkualitas.

Dan, dari hasil kulik-mengulik informasi, saya mengetahui bahwa sebagian besar buku yang ada di event Big Bad Wolf adalah hasil pilihan Yap dan Ng. Rasa antusias dan sambutan masyarakat yang cukup besar terhadap Big Bad Wolf di Jakarta akhirnya membuat Andrew Yap dan Jacqueline Ng memutuskan untuk mengadakan event ini di Surabaya.

Baca juga: Refraksi - Changing Your Perspective

 

 

Big Bad Wolf dan Kota Literasi

Sejatinya acara Big Bad Wolf di Surabaya diadakan 20 Oktober sampai 31 Oktober 2016 di JX International yang berada di Jalan Ahmad Yani. Namun, saya mendapatkan informasi dari salah satu teman Klub Buku Surabaya bahwa ada acara presale yang diadakan sehari sebelum tanggal resmi (19 Oktober). Berbekal iming-iming satu tiket masuk Big Bad Wolf, kami pun berjanji bertemu di sana.

Big Bad Wolf 2016

Namun, sementara teman-teman saya sudah ada di dalam gedung JX International, saya terjebak di luar gedung. Saya pun mendengarkan pidato pembukaan acara Big Bad Wolf hampir satu jam. Satu kalimat yang menarik perhatian saya, yang mencermati tingkat literasi masyarakat Indonesia cukup rendah dan perhatian remaja Indonesia banyak tercurah kepada kegiatan ‘membaca’ televisi.

Pemerintah Kota Surabaya berharap dengan diadakannya event Big Bad Wolf perhatian remaja Indonesia tidak akan seratus persen terfokus pada sinetron atau acara televisi yang kurang mendidik. ‘Kebetulan’, saat itu banyak pelajar dari sebuah sekolah yang berada di dekat JX International yang menghadiri acara presale Big Bad Wolf beserta guru dan tenaga pendidik.
Secara pribadi, saya yakin, seandainya Pemerintah Kota Surabaya mau dan mampu mengadakan Big Bad Wolf secara rutin, minat baca remaja Indonesia akan meningkat.

Bagaimana tidak Artebianz, di Big Bad Wolf kamu akan menemukan buku yang didiskon 60% sampai 80% dengan harga mulai dari Rp5.000,- hingga kurang lebih Rp200.000—untuk buku jenis hardcover dan penuh warna serta ilustrasi!

Kamu juga akan menemukan buku dari penulis tenar seperti George R.R. Martin, Stephen King, Natsuo Kirino, Paulo Coelho, Khaled Hosseini, hingga Jodi Picoult. Dari buku referensi, bisnis, self-selp, berbagai jenis kamus, novel, buku dongeng, hingga aneka buku kreativitas.

Big Bad Wolf 2016

Hal luar biasa lainnya adalah Big Bad Wolf buka nonstop dari pukul 09.00 (20 Oktober) sampai 23.00 (31 Oktober). Selain itu, mulai tanggal 30-31 Oktober Artebianz mendapatkan 5 buku gratis dengan membeli 20 buku!

Baca juga: Pesta Ketiga WTF Market di Surabaya

 

 

Big Bad Wolf versus Pameran Buku Surabaya

Festival buku murah di Indonesia bukanlah hal yang baru. Bahkan Surabaya sendiri yang berusaha mengunjukkan dirinya sebagai Kota Literasi memiliki pameran buku murahnya sendiri, yang rutin diadakan setiap tahun. Sayangnya, di mata saya kurang menarik dan interaktif.

Ya, di Big Bad Wolf ada beberapa hal yang kurang menyenangkan berkenaan denga metode pembayaran yang terlalu berat sebelah kepada salah satu bank dan produknya. Namun ini tidak mengurangi antusias masyarakat Surabaya dan kota-kota sekitarnya untuk berburu buku. Tetap saja, dibanding acara pameran buku tahunan Surabaya, saya masih merasa Big Bad Wolf lebih terkonsep.

Big Bad Wolf 2016

Alasan pertama (pastinya): judul dan harga buku. Di mana lagi saya bisa menemukan buku berjudul “Spiritual Doorway in the Brain” atau buku Stephen King versi hardcover yang normalnya berharga sekitar Rp400.000,- menjadi Rp70.000,-?

Sementara itu, di pameran buku Surabaya, buku yang dijual cukup terbatas. Seandainya Artebianz menemukan penerbit yang berkualitas, tentu kamu akan mendapatkan buku yang berkualitas.

Alasan kedua: semua buku yang dijual di Big Bad Wolf adalah buku berbahasa Inggris, mulai dari judul terbaru hingga jenis buku yang masuk di daftar layak-koleksi. Meski demikian, ada salah satu penerbit Indonesia yang turut memeriahkan acara Big Bad Wolf. Dan saya berhasil menemukan buku incaran saya, yang tadinya nyaris saya beli via toko buku online dengan harga normal.

Kebanyakan buku yang ada di pameran buku Surabaya adalah buku keagamaan, yang membuat saya bertanya-tanya apakah benar ini pameran buku Surabaya, bukan pameran buku keagamaan?

Alasan ketiga (seperti yang sempat saya singgung): variasi genre buku di Big Bad Wolf sangat banyak.

Alasan keempat: ruang yang lebih tertata. Begitu masuk, Artebianz akan menjumpai lautan buku yang sudah dibagi menurut genrenya di lapangan indoor. Saat naik, Artebianz akan menjumpai vendor-vendor penjual makanan.

Big Bad Wolf 2016

Sementara itu, di pameran buku Surabaya, vendor-vendor buku berada di dalam ruangan yang cukup sempit (menurut pendapat saya) dan menjadi satu dengan pameran mumi serta hal-hal yang nonbuku (pameran foto dan pameran benda-benda dari museum kedokteran).  Saat melangkahkan kaki keluar, Artebianz langsung disambut dengan penjual-penjual makanan dan baju yang lebih antusias ketimbang para vendor buku.

Saya tidak ingin merendahkan acara-acara yang ada di Surabaya. Hanya saja, saya merasa aneh; Pemerintah Kota Surabaya menginginkan gelar Kota Literasi tersemat untuk Surabaya, tapi kegiatan-kegiatan literasi yang mereka adakan terkesan ala kadarnya dibandingkan kota-kota lain. Saya berharap ke depannya akan ada kegiatan literasi yang lebih menarik dan interaktif di Surabaya ketimbang kegiatan memamerkan buku dan menjual buku ‘apkir’.

Baca juga: Kolase

 

 


Tag :


Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Liputan Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Cinderella dan Wanita Masa Kini: Sebuah Dekonstruksi Dongeng


(Not) Alone In Otherland - Sendiri, Bukan Berarti Sendirian


Dieng: Sebentuk Nirwana di Indonesia - Edisi Setyaki dan Pesona Alam Dieng


5-ji Kara 9-ji Made - Apa Jadinya Kalau Biksu Jatuh Cinta Pada Guru?


Widyoseno Estitoyo: Pebisnis Muda, Aktivis Sosial, Dan Pekerja Seni


Kober Mie Setan, Gresik Kota Baru


Omahku - Ngobrol dan Nongkrong dalam Kesederhanaan


Murni dan Tahun Baru


Danilla dan Kalapuna


The Backstage Surabaya (Bagian 2) : Mindset Seorang Founder StartUp


Hati Terlelap Bahagia


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Ketiga)