POPCON Asia Surabaya: City of Superheroes

09 Jun 2016    View : 3284    By : Niratisaya


Selang 3 hari setelah Hari Kesaktian Pancasila, Surabaya—khususnya mereka yang menyukai animasi—dibuat heboh dengan kehadiran acara POPCON Asia (Popular Culture Convention Asia) pada tanggal 4-5 Juni 2016. Heboh, karena sejak diadakan pertama kali di tahun 2012 konvensi kebudayaan pop itu lebih rutin diadakan di Jakarta. Namun, tahun ini, POPCON Asia muncul di Surabaya dengan mengusung tema "City of Heroes".

Diadakannya POPCON Asia di Surabaya ini bisa jadi karena di tahun 2015 acara ini konon menarik perhatian lebih dari 25.000 pengunjung, sehingga membuat Grace Kusnadi sang founder mengambil keputusan untuk tidak membatasi event POPCON Asia. Selain itu, di tahun yang sama, Bu Risma sempat mengunjungi POPCON Asia di Jakarta. Kemungkinan besar sudah ada pembicaraan awal antara keduanya.

Panggung Utama POPCON Asia

 

Selain pameran produk kreatif, POPCON Asia juga menyediakan acara donor darah, pendaftaran Intelectual Property (IP), kolaborasi antara setiap startup atau komunitas, dan beberapa talkshow. Salah satu talkshow yang menarik berjudul “Lightning Session: Populerkan IP dengan Animasi” dengan Dennis Adhiswara, yang juga seorang aktor, sebagai salah seorang pembicara. Sayangnya, tidak sembarang orang bisa mengikuti talkshow ini. Panitia POPCON Asia menyeleksi peserta talkshow yang rupanya juga merangkum workshop.

Saya pun mengalihkan perhatian kepada para creator di POPCON Asia sambil menunggu talkshow beberapa creativepreneur, yang juga memiliki stand acara ini. Dalam dua hari (4-5 Juni) ada bermacam talkshow yang menarik mulai dari peluncuran komik, mengobrol tentang mengatur dan memberdayakan IP, sampai talkshow interaktif bersama founder dan owner dengan produk unik.

POPCON Asia

Baca juga: The Backstage Surabaya (Bagian 1) : How To Start A StartUp

 

 

POPCON Asia dan Beberapa Creativepreneur Indonesia

POPCON Asia perdana di Surabaya ini diikuti oleh sekitar 50 stand creator dan didominasi oleh para creator dengan dua macam produk: komik dan lukisan. Beberapa di antara mereka adalah:

1. Komikin Ajah (@komikin_ajah)

Komikin Ajah

Pada hari pertama POPCON Asia, creator yang menjadi pionir komik instagram ini me-launching dua komiknya: Komikin Ajah! Kompilasi: Sindir-Sindiran dan Komikin Ajah! Kompilasi: Cinta-Cintaan. Berhubung stand Komikin Aja ada tepat di depan pintu masuk, semua pengunjung acara ini bisa dengan segera melihat dan bertemu dengan creator Komikin Aja. Selain itu, setiap pengunjung berkesempatan untuk mendapatkan sketsa wajah mereka.

Pengunjung cukup membeli dua komik Komikin Aja yang dirilis tepat pada pembukaan POPCON Asia Surabaya.

Komikin Ajah

 

2. Kukla (@kukla.doll)

Kukla

Stand creator kedua yang menarik perhatian saya adalah Kukla yang digawangi oleh Sisilia Tan dan Gilentsya Hadi. Semua ini berkat desain cantik dan warna paduan pastel dari boneka-boneka produk Kukla, serta renda yang menjadi penghias sehingga tercipta display yang demikian manis.

Berbeda dari boneka yang umumnya meniru 80-90 persen dari wujud asli binatang, boneka Kukla cenderung mengambil 30-40 persen bentuk asli binatang dan mengembangkannya menjadi sebuah desain yang unik.

Kukla

Bukan hanya itu, seandainya customer ingin memiliki boneka dengan desain yang unik, Kukla siap menjawab permintaan itu.

 

3. Deco Deco Paper Doll (@pipoya.shop)

Deco Deco Paper Doll

Artebianz masih ingat permainan bongkar pasang? Sebuah permainan yang mengharuskan pemainnya memotong pakaian dan boneka kertas. Nah, Paper Doll mungkin akan mengingatkan Artebianz kepada permainan tersebut. Bedanya, level kesulitan boneka kertas ini lebih tinggi dan rumit karena melibatkan lem dan beberapa panduan kecil. Meski sama-sama menggunakan media yang sama: kertas. Kerumitan permainan yang ditujukan untuk anak-anak berusia 5 tahun ke atas ini dijamin akan membuat si anak bukan Cuma mengenal kata bermain, tapi juga konsentrasi dan kemahiran merangkai permainan. Terlepas apakah itu seri Pipoya, atau permainan lain dengan level kerumitan sama maupun lebih.

Deco Deco Paper Doll

Saya sendiri menyukai seri Pipoya yang lumayan unik dan menjadi salah satu pelarian dari stres, juga view di meja kerja.

 

4. Perakit Komik (@perakitkomik)

Selain Komikin Ajah, saya sempat mengunjungi dua stan komik lainnya. Yang pertama adalah Komunitas Perakit Komik yang berbasis di Jalan Semarang, Malang.

Perakit Komik

Alasan utama saya mengincar komunitas ini adalah saya penasaran dengan gaya goresan pena serta perkembangan komik di Jawa Timur. Kalau dibandingkan dengan perkembangan komik di kota lain, khususnya Jakarta dan Bandung, saya justru jarang mendengar bisik-bisik tentang perkembangan komikus di Jawa Timur. Apalagi Surabaya. Namun, rupanya perkembangan komik di Jawa Timur cukup bagus—dari segi kuantitas. Dibuktikan dengan jumlah komikus dan rencana mereka untuk karya mereka (terlepas apakah mereka bekerja sama dengan penerbit major, atau menerbitkan secara indie). Sayangnya, entah mengapa gaung komik dan komikus Jawa Timur tidak senyaring Jakarta dan Bandung.

 

5. Komunitas Komik Bungkul Surabaya (KKBS)

Entah karena saya berkunjung pada hari kedua, atau saat itu komunitas ini tengah menggambar situasi POPCON Asia di hari terakhir, stand creator yang berada tepat di depan toko kerajinan di Museum Surabaya ini berkesan sibuk sendiri. Saya sempat mengantre dengan beberapa pengunjung POPCON Asia di stand creator komik ini. Namun, seperti pengunjung-pengunjung itu, setelah mengintip dan melihat-lihat kreasi KKBS yang dipajang di display, saya memutuskan untuk melipir ke stand yang lain.

KKBS

Berbeda dengan stand creator komik lain—seperti Komikin Ajah yang memiliki seorang ilustrator untuk melayani pengunjung yang ingin dibuatkan sketsanya, serta seorang yang berkonsentrasi mengurus penjualan; atau seperti Perakit Komik yang membagi tugas antar anggota komunitas dengan jelas—KKBS cenderung sibuk memeragakan kegiatan mereka saat tengah berkreasi.

Pada satu sisi, hal ini mungkin menjadi inspirasi bagi pengunjung yang ingin menjadi komikus; mereka bisa melihat langsung proses kreatif seorang komikus. Namun, di sisi lain, sikap KKBS justru merugikan komunitas ini sendiri. Apalagi mengingat ada dua orang yang menjaga stand.

 

Selain lima stand creator yang telah saya sebutkan, ada beberapa creator lain yang benar-benar menggoda iman saya saat itu, salah satunya adalah creator yang menjual lukisan menggunakan media kertas dan cat air. Saya benar-benar menyukai gaya goresan kuas pelukisnya yang mampu memainkan gaya tegas dan warna lembut, sehingga menghasilkan gambar yang sangat eye-catching.

POPCON Asia

Sementara itu, creator lainnya menjual produk-produk berupa gantungan kunci, sticker, dan lain-lain yang merupakan parodi dari serial atau film populer. Misalnya seperti stand creator berikut ini:

Bunbu Buencekno

Baca juga: Doodle Land, A Coloring Book for Grown-Up Children

 

 

POPCON Asia dan Creativepreneur Indonesia

Tak lama setelah saya berkeliling dan melihat-lihat semua stand, sambil menahan diri untuk nggak membeli semua dagangan para creativepreneur, saya mengikuti talkshow yang mengangkat tema “Berkarya Lewat Produk Kreatif”.

Ada empat orang pembicara. Mereka adalah Angger D. Wiranata (founder Dus Duk Duk), Sisilia Tan dan Gilentsya Hadi (founder Kukla), serta Vincentia Valentine P. (owner Yuu & Ai).

Berangkat dari inovasi, ide, dan karakter masing-masing, setiap founder menciptakan produknya secara mandiri—tanpa memiliki mentor yang bisa ditiru atau dijadikan patokan dalam mengembangkan produknya. Dus Duk Duk misalnya. Angger dan tiga orang founder lainnya mengawali usahanya dari tugas kampus, yang kemudian mereka kembangkan menjadi sebuah usaha. Tim Dus Duk Duk terinspirasi untuk mendaur ulang kardus. Namun bukan memproduksi dan mengubah ulang bentuk kardus, melainkan meningkatkan kegunaan kardus itu sendiri.

“Kami merasa kasihan sama kardus yang setelah dipakai [sebagai bungkus], ujung-ujungnya hanya dikumpulkan lalu ditimbang,” papar Angger D. Wiranata, salah satu founder Dus Duk Duk.

Butuh tiga tahun bagi Dus Duk Duk untuk menemukan kardus yang pas sebagai furnitur, kemudian berinovasi dalam mendesain furnitur ala perusahaan mereka. Sementara itu, bagi Sisilia Tan dan Gilentsya Hadi, waktu dan perkembangan bisnis membuat mereka belajar untuk menjadikan Kukla lebih fleksibel.

Basically Kukla bisa di-custom. Kita memang bonekanya bisa di-custom per satuan. Cuman, desainnya dan semua akan disesuaikan dengan gaya Kukla. Jadi, kami akan membicarakan sampai di-acc kemudian diwujudkan dalam bentuk boneka.” Sisilia Tan mengungkapkan gaya bekerja Kukla kepada peserta talkshow.

Untuk terus berinovasi; baik Dus Duk Duk, Kukla, maupun Yuu & Ai, mengandalkan kritik dan saran dari pelanggan mereka. Selain itu, hal yang terpenting adalah mencintai serta memahami pekerjaan. Selain itu, yang terpenting dalam industri kreatif menurut Vincentia Valentina P. “Begitu memiliki sebuah ide, langsung mulai [mengeksekusi] saja. Setiap orang nggak mungkin siap melakukan sesuatu, jadi langsung mulai saja.”

Lebih detail, perempuan kelahiran Surabaya yang kini menetap di Bandung itu menambahkan, “Saya kan membuat stationary dengan ilustrasi yang sesuai dengan gaya saya, tapi sekarang ini ada banyak yang [menjual] produk yang nyaris sama. Tantangan saya adalah bagaimana membuat produk saya lebih diingat dan membangun ikatan emosional dengan customer.”

Keempat founder yang telah memiliki pengalaman dengan industri kreatif itu tidak memberikan penggambaran yang muluk, atau menceritakan kesuksesan mereka secara berlebih. Sebaliknya, mereka menceritakan semuanya dengan apa adanya, sehingga semangat yang terbangun bukanlah mengejar keuntungan dan laba belaka. Namun, Dus Duk Duk, Kukla, dan Yuu & Ai menggambarkan betapa keinginan mereka untuk mewujudkan passion serta keinginan berekspresi kemudian membawa mereka kepada posisi mereka sekarang ini.

Baca juga: Doodle Land, A Coloring Book for Grown-Up Children

 

 

POPCON Asia dan Generasi Muda Indonesia

Pergi ke POPCON Asia Surabaya ini benar-benar membuka mata saya, sekaligus mengingatkan saya kepada impian dan cita-cita saya. Albeit, ruang untuk acara ini nggak menunjang dan berkesan sempit.

Bagi saya, di zaman yang kini telah ‘menghilangkan’ batas regional, mampu melipat waktu, dan membuat segalanya mungkin, menempatkan kata “terlambat” di urutan terakhir ketika seseorang ingin mewujudkan keinginan. Talkshow dengan para founder dan creativepreneur muda itu membuat saya sadar bahwa kesempatan terbuka lebar bagi siapa pun yang ingin mewujudkan cita-cita dan impiannya. Kalau saya menarik lebih jauh lagi, yang menjadi masalah sebuah pekerjaan bukan lagi tentang tingginya pendidikan seseorang, melainkan kemauan dan kemampuannya dalam berkreasi—juga sejauh mana dia memperjuangkan impiannya.

Kok Bisa?

Seperti Kukla dan Yuu& Ai. Yang ditonjolkan dalam bidang kreatif kedua perusahaan tersebut adalah kemampuan berkreasi. Pendidikan tentu masih berperan, yaitu dalam membangun semangat dan cara berpikir. Namun yang menonjol di sana adalah semangat mereka untuk mewujudkan renjana dan ekspresi.

Tentu, ada tantangan di sini yang sebelumnya sudah dibicarakan oleh Vincentia Valentina P., yakni sikap tanggap dalam melihat situasi dan mewujudkan kreasi. Seperti yang sempat disentil oleh Rhenald Kasali, pendidikan Indonesia sekarang ini masih mendidik generasi mudanya untuk memiliki mental penumpang. Sebuah mental yang menempatkan generasi muda Indonesia untuk duduk, diam, dan patuh kepada si sopir.

Sementara itu, perkembangan dunia dan ekonomi sekarang ini membutuhkan lebih banyak mereka yang memiliki mental sopir—yang berani berinovasi dan berada di posisi yang menentukan haluan.

So, which one do you want to be, Artebianz?

Menjadi penumpang yang bisa bersikap santai tapi tidak memiliki kendali, atau menjadi sopir yang harus ekstra mawas dan sesigap seekor cheetah dari keluarga felidae tapi memiliki kendali penuh atas hidupnya?

The choice is all yours.

 




Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Liputan Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Generasi Global dalam Industri Pertelevisian: Menelisik Makna di Balik


Park Hee Jung's Cat and Dog - Komik tentang Anjing dan Kucing


Misteri serta Sejarah Jatimulyo dan Mojolangu, Malang (Bag. 2)


The Fault in Our Stars - Secercah Kebahagiaan dalam Duka


Voici - Duo Multi Talenta Dari Surabaya


Soto Khas Lamongan Di Pandean, Ngoro


Pandu Pustaka: Perpustakaan Keteladanan Di Pekalongan


Bersama Sebuah Buku dan Sebatang Rokok


Keep Being You - Isyana Sarasvati


Literasi Oktober: Goodreads Surabaya, Mahfud Ikhwan, dan Kambing


Dalam Sekam Kehidupan


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Ketiga)