Gedung De Javasche Bank Surabaya - Saksi Sejarah Panjang Perbankan Indonesia

15 Feb 2015    View : 26352    By : Amidah Budi Utami


Gedung De Javasche Bank ini sudah lama menjadi incaran saya. Alasannya adalah karena arsitektur kuno ala Belanda yang berdiri kokoh dan juga sejarahnya yang panjang. Beruntung sekali beberapa waktu yang lalu seorang teman mengajak untuk mengunjungi pemeran lukisan di House of Sampoerna. Kesempatan itu saya gunakan untuk mengajaknya mampir ke museum ini.

 

Lokasi Gedung De Javasche Bank

De Javasche Bank beralamat di Jalan Garuda No. 1 Surabaya. Lokasinya berdekatan dengan Jembatan Merah dan Museum House of Sampoerna. Untuk mencapai museum ini, Artebianz bisa melalui Jalan Raya Rajawali yang diberlakukan jalur satu arah dari arah barat ke arah timur menuju Jalan Kembang Jepun. Saat menyusuri Jalan Raya Rajawali sebaiknya Artebianz merapat ke sebelah kiri sambil terus mengamati gang-gang di sebelah kiri. Ketika Artebianz menemukan gang bertuliskan Jalan Kasuari silakan belok kiri. Lokasi Gedung De Javasche Bank berada di sebelah kanan Jalan Kasuari yang cukup sempit dan agak becek. Berikut saya sertakan potret lokasi gedung De Javasche Bank diambil dari satelit google earth.

potret lokasi gedung de javasche bank dari google earth(potret lokasi gedung de javasche bank dari google earth)


Sejarah Panjang Perbankan Indonesia

De Javasche Bank didirikan di Batavia pada tanggal 24 Januari 1828 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan kantor cabang Surabaya dibuka pada tanggal 14 September 1829 dengan menempati gedung De Javasche Bank ini.

Pada tahun 1904, gedung itu kemudian dirobohkan dan dibangun ulang dengan luas sekitar 1.000 meter persegi dan bergaya neo renaissance empire dengan atap Mansart dan pilar ornamen Hindu-Jawa yang menghiasi eksterior gedung sampai saat ini.

De Javasche Bank cabang Surabaya ini pernah dikuasai oleh Pemerintah Kolonial Jepang pada tahun 1942 kemudian kembali beroperasi pada 6 April 1946, setelah tentara Sekutu berkuasa kembali.

Pada 1 Juli 1953, De Javasche Bank berubah menjadi Bank Indonesia dan secara otomatis gedung De Javasche Bank di Jalan Garuda ini beralih fungsi menjadi kantor Bank Indonesia. Tetapi pada tahun 1973, kantor tersebut tidak digunakan lagi karena kapasitas gedung tidak cukup memadai untuk melakukan kegiatan operasional Bank Indonesia. Sehingga sebuah kantor baru didirikan di Jalan Pahlawan No. 105 dan hingga saat ini masih digunakan sebagai Kantor Bank Indonesia Surabaya.

Singkat cerita gedung ini telah berusia sekitar 186 tahun dan masih berdiri kokoh. Gedung ini juga menjadi saksi bisu lahirnya perbankan di Indonesia serta perkembangan perbankan sampai saat ini.

Gedung De Javasche Bank selesai dikonservasi pada awal tahun 2012 lalu dan menjadi salah satu bangunan cagar budaya milik Bank Indonesia (BI). Saat ini gedung De Javasche Bank berfungsi sebagai museum dan ruang pameran. Masyarakat juga dapat meminjam gedung tersebut untuk berbagai kegiatan seni, budaya, dan pendidikan.

Saya pribadi merasa senang atas keputusan menjadikan gedung De Javasche Bank sebagai museum dan tempat kegiatan seni dan budaya. Dengan fungsinya sekarang, gedung ini bisa terus menjadi ikon sejarah perkembangan perbankan Indonesia. Para pengunjung yang awalnya tidak mengetahui sejarah perbankan di Indonesia jadi tahu saat berkunjung ke museum ini, contohnya saya.

Selain Gedung De Javasche Bank, Surabaya juga memiliki beberapa bangunan cagar budaya lainnya yaitu Gedung Grahadi, Balai Pemuda, Balai Kota, PTPN, RS. Darmo, Cak Durasim, Mpu Tantular (sekarang Perpustakaan Bank Indonesia), Kantor Wismilak, House of Sampoerna, rumah TJokroaminoto jalan Paneleh, dan rumah WR Supratman Jalan Mangga.

Sebagai gedung cagar budaya, gedung De Javasche Bank pernah menjadi nominasi Surabaya Tourism Award 2013 dari Pemerintah Kota Surabaya. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan minat masyarakat terhadap pariwisata Surabaya.

 

Museum De Javasche Bank

Gedung De Javasche Bank memiliki tiga lantai. Lantai yang paling bawah adalah lantai bawah tanah (basement) difungsikan sebagai museum. Museum ini buka setiap hari kecuali hari Senin, mulai pukul 08.00 hingga 16.00 WIB. Pengunjung museum tidak dipungut biaya kunjungan alias gratis!

pintu masuk museum de javasche bank(pintu masuk museum De Javasche Bank di ruang bawah tanah)

Saat itu Tim Artebia tiba sekitar pukul 11 siang. Museum tampak sepi, tidak ada seorang pengunjung pun selain kami. Seorang mbak-mbak resepsionis cantik menyambut kami kemudian meminta kami mengisi buku tamu. Dari daftar buku tamu tersebut saya mengetahui ternyata hari itu sudah ada pengunjung selain kami. Tampaknya mereka adalah serombongan warga negara Korea yang terdiri dari 6 sampai 7 orang yang berasal dari kota Busan. Namun sepertinya rombongan tersebut sudah meninggalkan museum ini.

Wah, ternyata museum ini sudah cukup dikenal oleh warga negara asing. Lalu bagaimana dengan masyarakat lokal sendiri?

suasana ruang bawah tanah gedung de javasche bank yang berfungsi sebagai museum(suasana ruang bawah tanah gedung De Javasche Bank yang berfungsi sebagai museum)

Museum ini ternyata tidak seluas yang saya kira, terdiri dari 3 ruangan yang berpintu dan dua ruangan terbuka ditambah satu meja resepsionis. Pembagian ruangan berdasarkan koleksi beda di dalam ruangan tersebut. Tiga ruangan berpintu terdiri dari Ruang Koleksi Mata Uang, Ruang Koleksi Hasil Konservasi dan Ruang Koleksi Pusaka Budaya. Saya mencoba menggambarkan ruangan-ruangan tersebut ke dalam denah berikut:

denah museum De Javasche Bank(denah museum De Javasche Bank)

Ruang Koleksi Uang

Pertama kami memasuki Ruang Koleksi Uang. Ruangan ini memiliki pintu baja yang sangat tebal kira-kira 40 cm dan bercat kuning. Saya memperkirakan dulunya ruangan ini berfungsi sebagai brangkas uang. Sesungguhnya dari awal saya kurang nyaman berada di museum ini. Ruangan yang lembap ditambah pencahayaan yang kurang agak membuat saya merinding dan pengen cepat-cepat keluar ruangan namun saya masih penasaran ingin melihat seluruh isi museum ini.

Di sekeliling ruangan terdapat etalase-etalase mini seperti di konter-konter ponsel. Di dalam etalase terdapat koleksi uang-uang kuno. Dalam sejarah perekonomian Indonesia dikenal dengan ORI (Oeang Republik Indonesia). Di antara koleksi juga terdapat uang logam zaman dulu yang masih bolong tengahnya. Beberapa uang kuno tersebut memiliki desain cantik, tapi beberapa lainnya memiliki desain yang mirip uang mainan monopoli.

koleksi ORI (Oeang Republik Indonesia) di meseum De Javasche Bank(koleksi ORI-Oeang Republik Indonesia di meseum De Javasche Bank)

Ruang Koleksi Hasil Konservasi

Ruangan kedua yang kami masuki adalah Ruang Koleksi Hasil Konservasi. Di ruangan ini dipamerkan beberapa bahan konstruksi gedung De Javasche Bank lama sebelum dikonservasi tahun 2012 lalu. Terdapat beberapa genteng dan tegel lantai. Selain koleksi bahan kontruksi lama juga dipamerkan replikasi emas batangan.

Ruang Koleksi Pusaka Budaya

Ruangan ketiga adalah ruangan yang paling seram yaitu Ruang Koleksi Pusaka Budaya. Saya tidak akan berani masuk jika seorang diri, untungnya saya ke sini bersama teman. Di ruangan ini dipamerkan mesin-mesin pencetak dan penghancur uang pada zaman dulu.

koleksi ruang pusaka budaya(salah satu mesin di ruang koleksi pusaka budaya)

Setelah keluar masuk tiga ruangan utama, kami berjalan santai di ruangan terbuka dekat resepsionis. Ada hal yang menarik perhatian saya di sini yaitu foto-foto Surabaya masa lalu. Ada foto alun-alun Surabaya, foto Jalan Pahlawan, serta foto-foto rumah dinas pegawai de Javasche Bank di sekitar Jalan Raya Darmo. Jadi inilah alasan mengapa banyak sekali rumah-rumah berarsitektur kuno di sekitar Jalan Darmo. Saat ini rumah-rumah tersebut banyak digunakan sebagai gerai-gerai komersial. Sekali lagi saya belajar tentang sejarah kota Surabaya.

Kami keluar museum setelah puas berkeliling sekitar satu jam. Sebenarnya saya masih ingin melihat ruang di atas museum yang berfungsi sebagai ruang pameran. Saya penasaran dengan arsitektur di dalamnya. Namun saat itu saya tidak menemukan seorang pun untuk meminta izin memasuki ruang atas. Kami juga tidak tahu jalan menuju ruang atas. Ya sudah, akhirnya kami pulang deh.

 

Akhir Kata Tentang Museum De Javsche Bank

Menurut saya pribadi Museum De Javsche Bank masih punya banyak peluang untuk lebih dikembangkan lagi, salah satunya adalah dengan menambah koleksi benda-benda kuno perbankan, menciptakan suasana nyaman dalam ruangan, memperindah ruangan dengan lukisan atau pernik interior lain agar ruangan tidak terkesan kaku dan suram. Namun di luar semua hal yang saya keluhkan, saya merekomendasikan Gedung dan Museum De Javasche Bank untuk dikunjungi. Alasan mendasarnya adalah agar kita penerus bangsa lebih mengenal sejarah dan lebih bersemangat untuk membangun bangsa Indonesia tercinta.

Setelah mengunjungi museumnya, saya masih antusias untuk mengunjungi gedung ini lagi saat ada pameran seni atau budaya. Kabarnya gedung ini sering digunakan untuk pameran lukisan.

 

 

Tempat wisata asyik lainnya:

 


Referensi :

  • www.lensaindonesia.com
  • humas.surabaya.go.id
  • travel.kompas.com
  • dododwirosableng.blogspot.com



Amidah Budi Utami

Amidah Budi Utami adalah seorang perempuan yang bekerja di bidang IT dan menyukai seni, sastra, fotografi, dan jalan-jalan.

Profil Selengkapnya >>

Wisata Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Ayah Dan Hari Ayah


Prisca Primasari - Menulis Adalah Memberi Kado Pada Diri Sendiri


The Stolen Years - Yang Dicuri Waktu dari Cinta dan Kita


Billionaire a.k.a Top Secret: Kisah Sukses Seorang Pengusaha Muda


Menuju Senja - Payung Teduh


Nikmatnya Sop Buntut di


Matcha Cafe: Curhat Ditemani Olahan Green Tea Nikmat


Ledok Ombo Campground - Poncokusumo Malang


Adiwarna 2017: Karyakarsa - Eksposisi Daya Cipta dan Rasa DKV UK Petra


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Lima)


Angel's Smile


Termangu Gadis Itu