Cerita horor terkadang menjadi sesuatu yang menantang bagi para manusia ‘pemberani’. Meskipun memasuki abad modern, cerita bergenre makhluk halus masih banyak diperbincangkan dalam sebuah perkumpulan-perkumpulan kecil, dan menjadi semacam hiasan dalam pos-pos ronda malam yang sering dilakukan oleh penduduk desa. Terlepas dari benar tidaknya tentang keberadaan sesosok hantu, yang jelas cerita horor banyak disukai oleh masyarakat. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di luar negeri.

Ra-ha-sia. Sebuah kata yang tabu sekaligus "lezat" ini pasti berhasil menggoda siapa pun. Termasuk seorang gadis berusia sepuluh tahun yang hidup bersama keluarga sederhananya di daerah Kamakura. Tapi, siapa sangka, sebuah rahasia yang bisa seharum kue madeline malah membuat gadis itu gundah. Siapa pun pasti punya rahasia, tapi nggak semua rahasia seharum kue dengan mentega.

Warna kelopak bunga itu lebih merah dibanding darah, wanginya begitu kuat sehingga mampu memikat vampir mana pun. Jika seseorang memiliki bunga itu, maka ia akan menduduki posisi paling tinggi di antara vampir-vampir yang lain.

Jika ada satu kalimat yang bisa merepresentasikan novel ini adalah "ini bukan novel yang ringan tapi ini keren!".  Saya tertarik dengan teori-teori yang disampaikan Reuben. Novel ini mendorong saya untuk mengetahui lebih jauh tentang "Mandelbrot set". Apakah teori ini sama menajubkannya dengan deret Fibonacci yang dipatuhi oleh banyak fenomena alam?

Dari sekian banyak karya Dewi Lestari yang pernah saya baca, Supernova 3: Petir adalah salah satu yang paling bersinar. Seri ini mampu membuat saya jatuh cinta dengan caranya yang berbeda. Saya menyukai kesederhanaan alur cerita, kesederhanaan tokohnya, dan terutama kesederhanaan hubungan antar tokohnya. Satu informasi lagi yang perlu Artebianz ketahui bersama, Supernova 3: Petir ini adalah karya Dewi Lestari yang paling kocak.