Gambaran Cinta dalam Potret Sendu Lirik Lagu Eyes, Nose, Lips Versi Tablo

13 Jan 2015    View : 19787    By : Niratisaya


Lagu ini sejatinya milik Taeyang yang menyanyikannya dalam versi Korea. Namun untuk kali ini saya memilih versi duet Taeyang dengan Tablo. Sejatinya “Eyes, Nose, Lips” telah di-cover berulang kali bukan hanya oleh artis-artis YG manajemen yang menaungi Tablo dan Taeyang, tetapi juga artis lainnya (Eric Nam) dan beberapa artis Youtube.

Mengapa saya memilih versi duet Tablo dan Taeyang?

Saya bisa saja memilih Eyes, Nose, Lips versi Eric Nam yang mengubah lirik lagu Taeyang ke dalam bahasa Inggris, tidak seperti Tablo yang menulis ulang lirik lagu ini—dan sekaligus mengubah feel yang tercipta tiap kali saya mendengarkan Eyes, Nose, Lips. Tablo membuat saya bukan hanya menikmati musik, tetapi juga berpikir mengenai dunia yang dirangkum lelaki kelahiran Jakarta, Indonesia ini lewat liriknya.

Hence, I choose Tablo’s version ofEyes, Nose, Lips”.

Baca juga: Blinded by Love - Karena Cinta Sungguh Membutakan

 

Analisis Lirik Lagu Eyes, Nose, Lips Versi Tablo

Tablo, despite his simple and rather humble appearance, adalah seorang penulis lirik lagu yang tajam dan genius. Ia menggunakan seluruh indra untuk menggambarkan emosi lagu ini. Artebianz bisa melihatnya lewat lirik Eyes, Nose, Lips berikut:

 

 

VERSE ONE
you left me paralyzed, no cure, no rehab for me
funny that you got the nerve to keep asking me
how i’ve been
you’re the victor in this pageantry
but the only trophy you deserve, catastrophe
i’d rather we be dead to each other
no eulogies said for each other
no “rest in peace”s
the memories got my chest in pieces

i’m praying that your eyes are the first to go
the way they looked when you smiled
the way they opened and closed
and your nose, every single breath against my neck
and then your lips, every empty promise made and said
please fade, fade to black
please fade, fade to black
but the nightmares come back

REFFRAIN
because your eyes, nose, lips
every look and every breath
every kiss still got me dying
uh, still got me crying (2x)

VERSE TWO
forget a promenade, let’s juggernaut,
down memory lane, leave no thought alive
to the slaughter house, i’m taking my pain
time to sever my brain from my heart and soul
my knees are burning hot, but God is cold

I’ve been told, one day you’ll know
too much of heaven’s a sin
after the show, it’s only hell that it brings
so take it slow and let time heal everything
they say that time flies, but you keep breaking its wings
you’ll never fade, fade to black
please fade, fade to black
but the nightmares come back

REFFRAIN
because your eyes, nose, lips
every look and every breath
every kiss still got me dying
uh, still got me crying (2X)

BRIDGE
you wish me well
you wish me well
I wish you hell

I never want to look into your eyes again
no, I never want to hear you breathe again
let me go, let me go
baby, tell me that it’s the end

REFRAIN
 because your eyes, nose, lips
every look and every breath
every kiss still got me dying
uh, still got me crying
the tears drive me out of my mind

because your eyes, nose, lips
every look and every breath
your  kiss still got me dying
uh, still got me crying
crying, crying

fade out

Baca juga: Menuju Senja - Payung Teduh

 

 Tablo

Secara sekilas Artebianz mungkin bisa menebak kalau lagu ini menceritakan tentang seorang lelaki, yang patah hati berat dari lirik di verse satu. Bagian tersebut menggambarkan keadaan si Lelaki yang lumpuh, nggak terobati, dan nggak bisa direhabilitasi setelah ditinggalkan sang kekasih.  

You left me paralyzed, no cure, no rehab for me

Bahwa keadaannya yang sekarang (terluka dan kacau balau) adalah trofi bagi si Perempuan.

The only trophy you deserve, catastrophe

Dari situ, terlihat kalau si Lelaki adalah pihak yang dikhianati. Dan kemungkinan besar lewat perselingkuhan.

Saking terlukanya si Lelaki, sampai-sampai dia mengatakan kalau lebih baik kekasihnya menganggap kalau mereka mati di mata satu sama lain. Tanpa perlu mengucapkan eulogy(ies) atau kata-kata terakhir, berupa perpisahan.

I’d rather we be dead to each other
no eulogies said for each other

Namun, pada bagian berikutnya, si Lelaki diam-diam mengungkapkan kalau dia sangat masih mencintai si Perempuan. Karena dia masih mengingat dengan baik bagaimana sosok kekasihnya…. Dia masih ingat bagaimana mata si Perempuan saat tersenyum, atau ketika terbuka dan terpejam. Bagaimana hidungnya yang mengembuskan napas di leher si Lelaki saat mereka berpelukan.

I’m praying that your eyes are the first to go
the way they looked when you smiled
the way they opened and closed
and your nose, every single breath against my neck

Akan tetapi, sewaktu dia mengingat bibir si Perempuan, si Lelaki teringat bagaimana kekasihnya membohonginya.

And then your lips, every empty promise made and said
please fade, fade to black
please fade, fade to black
but the nightmares come back

Begitu lekat ingatan si Lelaki akan kekasihnya, sampai-sampai dia berdoa. Satu hal yang menurut saya hanya dilakukan oleh seseorang sewaktu dia benar-benar nggak berdaya. Dalam kasus si Lelaki, yang membuatnya nggak berdaya adalah kenangannya dan perasaannya terhadap si Perempuan.

Tablo

Kenangan itu sangat indah tapi pada saat yang sama begitu menyakitkan, sehingga si Lelaki menganggapnya mimpi buruk dan berulang kali (dalam doanya) dia menggumam agar si Perempuan dan kenangan si Lelaki atas dirinya segera memudar.

Namun lucunya—meski di tiap verse si Lelaki menggambarkan penderitaannya, kebenciannya pada si Perempuan, dan kemarahannya pada dirinya sendiri yang masih mengingat kekasihnya itu—pada reffrain si Lelaki menceritakan betapa dalam cintanya pada si Perempuan. Saking besarnya sampai bagian ini diulang dua kali, yang di mata saya menggambarkan besarnya rasa cinta si Lelaki. Dan mungkin, sekaligus rasa sakitnya.

REFFRAIN
because your eyes, nose, lips
every look and every breath
every kiss still got me dying
uh, still got me crying (2x)

Puncaknya adalah pada bagian bridge, saat digambarkan secara langsung interaksi si Perempuan dan si Lelaki. Bagian bridge ini cukup singkat, tetapi sangat sarat akan emosi dan tak diulangi lagi. Yang menunjukkan bahwa si Lelaki masih memiliki rasa cinta pada si Perempuan. Sayangnya, amarah dan rasa kecewanya lebih besar. Karena itu si Lelaki memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Hal ini terlihat pada bagian kedua bridge dan akhir lirik (Fade out).

BRIDGE
you wish me well
you wish me well
I wish you hell

I never want to look into your eyes again
no, I never want to hear you breathe again
let me go, let me go
baby, tell me that it’s the end

Baca juga: Membaluri Luka dengan Cinta dalam Lagu I'm Not The Only One

 

Analisis Komposisi Lagu Eyes, Nose, Lips Versi Tablo

Seperti lagu-lagu cover yang dilakukan oleh artis YG lainnya, Tablo mengubah lagu Eyes, Nose, Lips dan menyesuaikannya dengan feel serta ambiance cover yang dilakukannya. Tidak seperti Tae Yang mengawali lagu ini dengan instrumen piano, Tablo langsung menyanyi sebelum diikuti musik yang diambil dari bagian reffrain lagu Eyes, Nose, Lips versi asli (Taeyang).

Meski demikian, feel yang ditimbulkan cukup berbeda. Bila Tae Yang terasa murni lagu tentang seorang lelaki yang patah hati dan masih berwarna romantis walau mellow, lagu cover Tablo terasa lebih utuh—menggambarkan cinta lengkap dengan luka dan keperihannya ketika ia berakhir.

Tablo Time

 

Lagu Eyes, Nose, Lips Versi Tablo Secara Keseluruhan

Secara musik, lagu Eyes, Nose, Lips versi Tablo ini cukup easy-listening. Kedalaman lagu ini dan liriknya baru terasa perlahan-lahan saat mendekati reffrain.

Jujur, dibanding lagu cover Eyes, Nose, Lips lainnya, saya lebih suka versi Tablo. Bukan hanya faktor easy-listening, karena hampir semua versi cover lagu ini easy-listening, tetapi juga karena lirik yang ditulis Tablo.

Saya nyaris menyukai tiap baris lirik lagu ini, Artebianz. Tapi kalau harus memilih tiga saya akan memilih:

1. i’d rather we be dead to each other
Karena menggambarkan kedalaman perasaan yang dimiliki si Lelaki pada kekasihnya, termasuk cinta berikut kebencian dan amarahnya.

2. they say that time flies, but you keep breaking its wings
Puitis banget kan, Artebianz. Nggak heran sih, karena Tablo lulusan Stanford University untuk S1 dan S2-nya, jurusan Sastra Inggris dan Menulis Kreatif.

3. you wish me well, I wish you hell
Mungkin kalimat ini terasa kasar. Tapi percaya deh, Artebianz, itu hanya di permukaannya saja. Kalimat ini sesunggunya menggambarkan perasaan cinta/compassion seseorang pada yang lain. Selain mengingat konteks di lagu ini adalah sepasang kekasih yang putus cinta dengan si Lelaki yang masih terbayang-bayang si Perempuan.

Mungkin Artebianz pernah dengar kalau perbedaan antara cinta dan benci tipis sekali. Ketika kita membenci seseorang, di saat yang sama tanpa kita juga menanam rasa peduli yang perlahan-lahan berubah jadi cinta. Hence, menurut saya, kalimat ini menggambarkan kedalam perasaan si Lelaki. Semua makin didukung dengan music video yang sederhana, jujur, dan pas dengan ambiance lagu.

 

 

PS: bagi Artebianz yang penasaran seperti apa lirik lagu Eyes, Nose, Lips versi asli dalam bahasa Inggrisnya, sila tilik di sini

Baca juga: "Lost Stars" - Lagu tentang Generasi Muda, Para Bintang yang Tersesat

 




Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Review Musik Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Raga Senja Berjiwa Fajar: Sebuah Renungan Kemerdekaan Untuk Pemuda


Petualangan bersama Einstein: Karyawisata ke Pabrik


Santosa Stable Horse Riding, Kendal: Berkuda Dan Legenda


Suckseed (Huay Khan Thep): Tumbuh Bersama Mimpi, Sahabat dan Cinta


H.O.S Tjokroaminoto: Priyayi dengan Profesi Teknisi Sekaligus Politisi yang Berjiwa Pendidik


Ajibnya Bubur Kacang Hijau Ciliwung


Taman Bungkul - Oase dan Kebanggaan Warga Surabaya


Ode Untuk Si Bungsu


Kataji - Awal Mula Saya Terpikat pada Yura


Wawancara Dengan Cindy Owada: Mengenal Lebih Dekat WTF Market Dan Brand Lokal Indonesia


Jingga Senja Sewarna Darah


My Toilet Prince - Pintu Pertama