The Geography Of Bliss - Penggerutu yang Mencari Kebahagiaan

26 May 2017    View : 3992    By : Toni Al-Munawwar


Ditulis oleh :  Eric Weiner
Diterbitkan oleh :  Qanita
Diterbitkan pada :

 Januari 2016 (cetakan pertama)

 Maret 2017 (cetakan keempat)

Genre :  nonfiction, life, philosophy, travel,  self-motivation 
Jumlah halaman :  572
ISBN :  978-602-1637-95-1
Harga :  IDR85.000,-
Koleksi :

 Perpustakaan Pribadi


 

The Geography of Bliss membawa pembaca melanglang buana ke berbagai negara, dari Belanda, Swiss, Bhutan, hingga Qatar, Islandia, India, dan Amerika ... untuk mencari kebahagiaan. Buku ini adalah campuran aneh tulisan perjalanan, psikologi, sains, dan humor. Ditulis tidak untuk mencari makna kebahagiaan, tapi di mana.

Apakah orang-orang di Swiss lebih bahagia karena negara mereka paling demokratis di dunia? Apakah penduduk Qatar, yang bergelimang dolar dari minyak mereka, menemukan kebahagiaan di tengah kekayaan itu? Apakah Raja Bhutan seorang pengkhayal karena berinisiatif memakai indikator kebahagiaan rakyat yang disebut Gross National Happiness sebagai prioritas nasional? Kenapa penduduk Ashville, Carolina Utara, sangat bahagia? Kenapa penduduk di Islandia, yang suhunya sangat dingin dan jauh dari mana-mana, termasuk negara yang warganya paling bahagia di dunia? Kenapa di India kebahagiaan dan kesengsaraan bisa hidup berdampingan?

Dengan wawasan yang dalam dan ditulis dengan kocak, Eric Wiener membawa pembaca ke tempat-tempat yang aneh dan bertemu dengan orang-orang yang, anehnya, tampak akrab. Sebuah bacaan ringan yang sekaligus memancing pemikiran pembaca.

 

Setiap insan pasti ingin hidupnya bahagia. Siapa pun itu, baik orang kaya, miskin, petani, hingga pedagang asongan pun ingin hidupnya selalu diliputi kebahagiaan. Tak ada yang menginginkan ataupun berharap agar hidup yang dijalani saat ini diliputi kesedihan ataupun berakhir dengan penderitaan.

Pernahkah kita berpikir, di dunia yang begitu luas ini, adakah suatu tempat atau negara yang paling membahagiakan? Mungkin, banyak di antara kita tak pernah terpikirkan akan hal itu; termasuk juga saya. Tetapi, ada seorang Amerika yang ternyata memikirkan hal itu. Seorang koresponden asing yang bekerja untuk National Public Radio (NPR). Dia adalah Eric Weiner.

Baca juga: Lalu Abdul Fatah - Profesi, Delusi, dan Identitas Diri

 

Dalam bukunya yang berjudul The Geography Of Bliss ini, Eric ingin mencari bahkan menemukan tempat yang paling membahagiakan di dunia. Ia melakukan perjalanan dan mengunjungi 10 tempat (termasuk negaranya) yang dianggap paling bahagia.

Perjalanan pertamanya jatuh pada negara Belanda. Di negara ini ia bertemu dengan Ruut Veenhoven: Bapak Riset Kebahagiaan. Veenhoven mengelola sesuatu yang disebut Database Kebahagiaan Dunia (World Database of Happiness—WDH). Ia telah mengumpulkan di satu lokasi, banyak ilmu pengetahuan manusia tentang apa yang membuat bahagia dan tidak. (hal. 24)

Menurut Eric, kunjungannya ke WDH merupakan awal yang mulus tapi tidak lengkap. Di antara delapan ribuan penelitian dan makalah riset tersebut, menurutnya, tidak ada yang menyebutkan kebahagiaan yang berasal dari kesenian, kesenangan yang meningkat karena mendengarkan puisi yang indah yang dibaca dengan keras atau bagus, atau menonton film yang luar biasa bagus, dengan ditemani popcorn tanpa mentega (hal. 54).

Eric, telah mengunjungi banyak tempat di suatu negara. Tetapi pencariannya tentang kebahagiaan belum membuahkan hasil. Dia sudah melihat Qatar, negara yang kaya tapi tak memiliki budaya (hal. 539). Menurutnya Orang Swiss tegang tapi bahagia. Orang Thailand santai tapi bahagia. Orang Islandia menemukan kebahagiaan pada minum-minum berlebihan. Sementara itu, orang Moldova hanya mengalami penderitaan (hal. 538).

The Geography of Bliss
source: n-lightment.com

Kisah perjalanan Eric mencari tempat paling membahagiakan di dunia begitu menarik. Pasalnya, dia tidak menemukan tempat yang dimaksud. Mari kita berpikir sejenak, apa yang kita miliki saat ini adalah pemberian dari Allah swt. Bukan, begitu? Menurut saya kebahagiaan itu ada pada rasa syukur yang kita miliki. Jika dalam hidup senantiasa bersyukur, maka kita tidak pernah merasa kurang ataupun menderita.

Dengan rasa syukur, hati senantiasa menerima setiap pemberian-Nya. Meskipun yang diterima terkadang belum sesuai yang diharapkan. Tetapi, harus tetap menerima juga mensyukurinya. Biarpun sedikit, tapi hati selalu bersyukur maka kita tak akan merasa kurang. Sebaliknya, selalu merasa cukup.

Buku ini cukup menarik, sebab, menceritakan kisah seorang yang mencari tempat paling bahagia. Namun, pencariannya ternyata tak membawa hasil alias hampa. Hingga akhirnya, dia memutuskan untuk pulang ke negara asalnya. Ternyata, di sana dia menemukan sedikit kebahagiaan. Yaitu pada saat berada di rumahnya sendiri.

“Kebahagiaan membutuhkan syarat-syarat kenyamanan, tapi bukan surga.” (Ruut Veenhoven, hal. 542)

Baca juga: Sepiring Kupang dan Ketangguhan Menjalani Kehidupan


Tag :


Toni Al-Munawwar

Toni Al-Munawwar merupakan nama pena dari Sultoni Solikhon, lulusan terbaik MA. Nasy'atul Khair.

Profil Selengkapnya >>

Review Buku Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Ayah Dan Hari Ayah


Serendipity - Serangkaian Kejutan dalam Karya Kedua Erisca Febriani


Wana Wisata Sumberboto - Keindahan Alam yang Masih Dipandang Sebelah Mata


Crazy Little Thing Called Love: Dari Itik Si Buruk Rupa Menjelma Menjadi Snow White yang Sesungguhnya


Dimas-Lissa: Pudarkan Kapitalisasi Pendidikan Lewat Sekolah Gratis Ngelmu Pring


Berkuliner Ala Foodtruck Fiesta di Graha Fairground Surabaya Barat


Latarombo Riverside Cafe - Menikmati Vietnam Drip dengan Suasana Asyik


Twist and Shout (Part 2)


Reason - Eva Celia: Sebuah Penemuan Jati Diri


Literasi Oktober: Goodreads Surabaya, Faisal Oddang, dan Puya ke Puya


Di Denting Garpu Sendok dan Piring


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Ketiga)