1001 Masjid di 5 Benua: Melancong dari Masjid ke Masjid

03 Jun 2017    View : 2236    By : Nunu Nugraha


Ditulis oleh  :  Taufik Uieks
Diterbitkan oleh :  Mizan
Diterbitkan pada :  Oktober 2016 (cetakan pertama)
Genre :  nonfiction, travel, philosophy
Jumlah halaman :  260
ISBN :  978-979-433-971-8
Harga :  IDR85.000,-
Koleksi :

 Perpustakaan Pribadi

 

Dari Beijing hingga Wellington, New York hingga Zanzibar. Ke mana pun Taufik Uieks pergi keliling dunia, dia selalu mengunjungi masjid di setiap kota yang disinggahinya. Sebagaimana beragamnya umat manusia penganut Islam, beraneka ragam pula kebiasaan dan aturan yang berlaku di setiap masjid di berbagai penjuru dunia. Ada masjid yang punya sejarah panjang bergonta-ganti fungsi dari masjid menjadi museum, ada masjid yang beraroma wangi dupa, ada masjid yang terletak di bawah tanah. Sungguh beraneka ragam sejarah, bentuk, kebiasaan, dan keistimewaan di rumah ibadah kaum Muslim ini.

Berkeliling hingga ke lima benua, menyinggahi berbagai masjid di negara-negara berbeda, bertemu manusia yang bermacam ragam, membukakan mata dan pikiran untuk menerima perbedaan. Perlawatan ke masjid-masjid di lima benua, sebuah perjalanan spiritual yang akan mengingatkan pembaca akan luasnya bumi Allah dan berbagai bangsa yang mendiaminya. Betapa perjalanan adalah kesempatan untuk mensyukuri ciptaan Yang Mahakuasa.


Sangat sulit rasanya menemukan orang-orang yang tak suka bepergian jauh. Baik itu untuk sekadar jalan-jalan biasa maupun untuk pergi liburan. Tentu keinginan tersebut akan menyala di setiap perasaan kita. Apalagi ketika melihat atau mendengar orang-orang di sekitar kita pergi ke suatu tempat—sebutlah itu gunung, pantai, dan tempat-tempat indah lainnya. Lalu ketika tiba, mereka menceritakan pengalamannya kepada kita, nah apa yang akan kita rasakan begitu mendengar ceritanya?

Penasaran? Iya. Sudah pasti. Ingin pergi kesana? Tentu saja begitu. Terlebih, cerita-ceritanya tersebut disampaikan dengan begitu detail, begitu rinci, hingga pada akhirnya rasa penasaran kita pun memuncak. Ingin segera menuntaskan untuk pergi ke tempat yang diceritakan tersebut.

Salah satunya seperti yang diceritakan oleh Taufik Uieks. Iya, penulis buku ini. Dia akan menceritakan perjalanan panjangnya. Namun jangan kaget, bila cerita perjalanannya tidak lazim seperti kebanyakan orang—yang identik melakukan perjalanan atau liburan ke daerah semisal pantai, pegunungan, pusat kebudayaan, peninggalan sejarah, dan daerah-daerah berkelas lainnya. Kali ini, justru dia menceritakan perjalanannya melintasi lima benua—namun hanya mengunjungi sebuah masjid. Dia pergi jauh, hanya untuk pergi dari masjid ke masjid di berbagai negara.

Dia berpendapat bahwa dengan sering mengunjungi masjid di berbagai penjuru dunia, maka dia dapat mengetahui kehidupan masyarakat muslim sekitar—ya di negara tersebut. Lebih jauh, dia pun dapat mengetahui sejarah panjang masuknya islam—dan hingga berdirinya masjid di daerah itu—daerah yang dikunjunginya.
Hal menarik yang dia ungkapkan di buku ini, bahwa sempat dia mengunjungi sebuah masjid di Kota Amsterdam—yang konon masjid tersebut merupakan markas teroris. Masjid itu bernama Stichiting El Tawheed.

Stichiting El Tawheed

Lebih dari itu, hal menarik lainnya yang dia ungkap, adalah ketika mengunjungi Masjid Kapitan Keling—di sana terdapat al-quran dalam sepuluh bahasa. Masjid ini dibangun oleh Cauder Mohuddeen pada 1801. Di sana ada papan pengingat yang bertuliskan “Merokok adalah haram dari pandangan Islam kerana padah-nya terdapat kemudaratan” (hal. 84). Peringatan ini menjadi menarik dan seolah menjadi tamparan bagi para perokok—atau paling tidak berupa anjuran bagi kita untuk menjaga pola hidup sehat. Salah satunya untuk tidak merokok.

Pada tahun 2004 terjadi pembunuhan Theo van Gogh, sutradara pembuat film anti-Islam, oleh pemuda bernama Mohammad Bouyeri, yang merupakan salah satu jamaah masjid tersebut. Peristiwa yang menggemparkan Belanda dan disebut sebagai “Dutch September 11” ini membuat gerakan dan kegiatan di El Tawhed selalu dimatai-matai oleh pemerintah (hal. 21).

Selebihnya, masih banyak lagi masjid yang menarik dengan berbagai budaya dan sejarah peradaban Islam. Di antaranya Masjid Tonson di Negeri Seribu Pagoda, Masjid Qingjing di Quanzhou yang merupakan saksi persahabatan, juga pembauran budaya Cina dan Arab, Masjid Noor Muhammad di ZanZibar, Masjid Rahmat di Dala—Yangoon yang mirip dengan dunia fantasi, Masjid Kul Zarif di Kazan, Masjid Nagoya di Jepang, dan banyak lagi.

Masjid Rahmat, Dala, Yangoon
Masjid Rahmat, Dala, Yangoon.

Buku ini seolah menjelaskan pada kita, bahwasanya setiap daerah memang punya keunikan-keunikan tersendiri tentang tempat wisata yang layak dikunjungi—yang tak hanya melulu bicara pantai, pegunungan, dan objek-objek wisata memukau lainnya. Kita pun layak mencoba hal baru—salah satunya seperti yang dituturkan penulis yang memilih mengunjungi masjid—yang kemudian dipaparkan dengan sangat apik di buku sarat pengetahuan ini. Layak digenggam, dibaca, dan dipraktikkan!


Tag :


Nunu Nugraha

Nunu Nugraha adalah alumni Institut Agama Islam Darussalam (IAID) yang memiliki hobi menjelajahi alam dan membaca buku.

Profil Selengkapnya >>

Review Buku Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Raga Senja Berjiwa Fajar: Sebuah Renungan Kemerdekaan Untuk Pemuda


Prisca Primasari - Menulis Adalah Memberi Kado Pada Diri Sendiri


Critical Eleven - Pesawat, Bandara, dan Biduk Rumah Tangga


Gone Girl - Ketika Cinta Berakhir, Yang Tersisa Hanyalah Kematian


Anti-Hero - Menjadi Pahlawan dengan Tidak Menjadi Pahlawan


Berkuliner Ala Foodtruck Fiesta di Graha Fairground Surabaya Barat


Perpustakaan Balai Pemuda Surabaya


Gapura Wringin Lawang, Mojokerto: Gerbang dari Masa Kini ke Masa Lalu


Literasi Oktober: Goodreads Surabaya, Faisal Oddang, dan Puya ke Puya


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Tujuh)


Balada Sebuah Perut


Tentang Waktu