Attachments - Ikatan Benang-Benang Halus Tak Kasatmata

21 Dec 2015    View : 3486    By : Niratisaya


Ditulis oleh  Rainbow Rowell
Diterbitkan oleh  Spring
Diterjemahkan oleh  Airien Kusumawardani
Disunting oleh Novianita
Aksara diperiksa oleh  Yuli Yono
Desain sampul oleh Chyntia Yanetha
Genre romance, young-adult, slice of life, drama, family
Jumlah halaman  436
Diterbitkan pada Desember 2015
Nomor ISBN  978-602-7150-55-3
Harga  IDR59.000,00
Koleksi Perpustakaan Artebia


Lincoln masih belum percaya bahwa pekerjaannya sekarang adalah membaca E-mail orang lain. Saat ia melamar pekerjaan sebagai petugas keamanan Internet, pemuda itu mengira ia akan membangun firewall dan melawan hacker, bukannya memberi peringatan pada karyawan yang mengirim E-mail berisi lelucon jorok seperti sekarang.

Beth dan Jennifer tahu bahwa ada seseorang di kantor yang memonitor E-mail mereka. Hal itu adalah kebijakan kantor. Namun, mereka tidak menganggapnya serius. Mereka bertukar E-mail tentang hal-hal paling pribadi.

Saat Lincoln menemukan E-mail Beth dan Jennifer, pemuda itu tahu ia harus melaporkan mereka berdua. Namun ia tidak bisa. E-mail mereka terlalu menarik untuk dilewatkan.

Hanya saja, saat Lincoln sadar ia mulai jatuh hati pada salah satunya, sudah terlalu terlambat untuk memulai perkenalan.

Lagi pula, apa yang bisa ia katakan...?


Lebih dari sekadar bacaan, rasa-rasanya sebuah novel (dan pengarangnya) sudah seperti sahabat kalau bukan teman dekat bagi para pembaca. Mereka menyediakan satu bahan gosipan lewat cerita dan tokoh-tokoh yang kisah hidupnya di-geber dalam lembaran-lembaran cerita. Bisa dibilang seorang pengarang adalah partner-in-crime untuk seorang pembaca. Dalam hal ini saya. Sehingga, untuk memercayai seorang partner-in-crime baru dan 'gosip' yang ditawarkannya, saya sebagai pembaca berpikir beberapa kali.

Rainbow Rowell nggak lepas dari kategori itu.

Saya dan Rowell sempat 'berkenalan' lewat Eleanor and Park. Sayangnya, saya nggak punya bekal kesabaran yang cukup kala itu. Saya berakhir dengan menutup novel Eleanor and Park dan nggak membukanya lagi, sampai sekarang. I was reading the English version, mind you, Artebianz. So it doesn’t involve any translation issue at all. The sole problem was me, as the reader.

Surprisingly, setahun kemudian saya menemukan diri saya membalik halaman demi halaman Attachments.

Saya masih menemukan apa yang sempat membuat saya nggak sabar pada Attachments, seperti sewaktu saya membaca Eleanor and Park, tapi herannya saya mampu terus membaca.

Jadi, apa yang membedakan Attachments dan Eleanor and Park?

Kenapa saya bisa terikat dan terpikat pada novel Rowell yang ditulisnya empat tahun lalu ini?

Well, begini ceritanya….

Baca juga: Cinderella Teeth - Kisah Cinderella dan Para Peri Gigi Modern

 

 

Attachments and Its Piece of Story

Beberapa orang terlahir dengan bakat untuk menikmati hidup yang disodorkan padanya dan menjalani hidup itu dengan apa adanya. Beberapa lainnya terlahir dengan kutukan nggak bisa diam dan harus menggerakkan tubuh dan memutar otak—melakukan sesuatu, meski duduk diam adalah pekerjaannya. Inilah yang terjadi pada Lincoln O’Neill.

Lincoln bekerja di The Courier sebuah surat kabar di daerah MidWest. Di harian ini, dia bertanggung jawab untuk meluruskan para pegawai yang menyalahgunkan Internet kantor, khususnya E-mail. Mulanya dengan memasang sebuah program bernama Webshark, yang akan menyaring surat-surat elektronik para pegawai The Courier yang sama sekali nggak berhubungan dengan urusan kantor.

Lincoln Desk
Illustration source: here.

Caranya?

Lincoln akan menyesuaikan kata kuncinya dengan keluhan Greg, atasan langsungnya. Beberapa keluhan Greg adalah para editor yang gemar berjudi dan menggunakan situs porno. Atau untuk urusan pribadi. Untuk mengobrolkan hal-hal di luar urusan kantor.
Seperti Beth dan Jennifer misalnya.

Hubungan Beth dan Jennifer sebagai penulis artikel dan editornya lumayan dekat. Bukan karena mereka memiliki kesamaan, tapi lebih pada pengertian satu sama lain. Contohnya adalah ketika Jennifer nggak terlalu menyukai Chris, kekasih Beth semenjak di bangku kuliah—yang hingga kini nggak menunjukkan tanda-tanda serius, tapi dia nggak akan menjauhi Beth. Meski demikian, Jennifer nggak repot memperlihatkan ketidaksukaannya pada Chris—atau Beth pandai membaca teman dekatnya? Beth berkata pada Jennifer, “Kau tidak harus menyukainya untuk menjadi temanku. Selama kau menyukaiku, kita baik-baik saja.” (hal. 84).

Pertemanan Beth dan Jennifer memang indah. Hal itu jugalah yang membuat mereka selalu 'klik' saat menghasilkan tajuk utama di The Courier. Tapi, hal itu justru menjadi masalah Lincoln. E-mail Beth dan Jennifer sering muncul di Webshark. Buruknya? Lincoln ketagihan membaca E-mail percakapan dua cewek itu. Bagian mengerikannya adalah cowok itu mulai jatuh hati pada Beth yang berkepribadian simpatik sekaligus humoris.

Di sinilah muncul dilema Lincoln; dia nggak bisa seenaknya saja berkenalan dengan Beth—menutupi kenyataan bahwa dia “memata-matai” cewek itu dan temannya. Apalagi Beth sudah memiliki kekasih yang di mata Lincoln seperti dewa rock. Apalagi… Lincoln masih terikat kenangan-kenangan lamanya dengan mantan kekasihnya, Sam, yang setelah bertahun-tahun menghilang, sekarang kembali muncul di kehidupan cowok itu.

Baca juga: Critical Eleven - Pesawat, Bandara, dan Biduk Rumah Tangga

 

 

Attachments and Its Bit by Bit


The Bundle of Characters in Attachments

Ada begitu banyak karakter di dalam novel ini, terutama mereka yang terhubung dengan si tokoh utama. Karena judul novel ini adalah Attachments, saya akan menyebutkan mereka yang attached to the main characters dan hubungannya dengan para tokoh utama dalam novel kedua Rowell yang diterbitkan oleh Spring ini.

1. Lincoln O’Neill

Beth kepada Jennifer: Gagah. Wajahnya berbentuk hampir persegi. Mirip seperti Harrison Ford. Tipe pria yang bisa kau bayangkan sedang bernegosiasi untuk membebaskan sandera dan juga melompat untuk menghindari ledakan? (hal. 110)

Uwooo!

Baru kali ini, di tahun 2015, saya membaca sebuah novel yang berisi deskripsi tokoh utama laki-laki yang begitu menakjubkan. Sampai-sampai saya membayangkan kalau sosok Lincoln sebagai Keanu Reaves. Di zaman Speed tentunya, agak aneh membayangkan Lincoln bergaya ala Neo atau seperti Evan (nama tokoh yang diperankan Reaves di film Knock, Knock).

Keanu_Lincoln
Lincoln dalam khayalan Beth. Source: here.

Tapi, seperti pepatah “rumput tetangga lebih hijau”, Lincoln sendiri nggak pernah menyadari kelebihan dirinya. Dia hanya melihat kekurangan dan keburukan dalam dirinya.

Lincoln sebelumnya nggak seperti ini. Sebaliknya, dia dulu bukanlah tipe cowok yang memedulikan penampilannya. Ya, dia mungkin masih merasa rendah diri ketika berurusan dengan lawan jenisnya. Tapi tidak separah sekarang. Sampai-sampai satu halaman didedikasikan untuk kekagetannya saat menemukan seorang perempuan tertarik padanya, secara fisik (hal. 214).

Sebenarnya seperti apa sih Lincoln secara utuh?

Dan kenapa dia jadi super-nggak-pede?

Sam, mantan kekasih Lincoln, punya satu daftar panjang tentang kelebihan Lincoln. Beberapa di antaranya cukup mengejutkan. Misalnya saja di nomor satu; mengenai fakta bahwa Lincoln pandai dalam “tata bahasa” (hal. 51), sementara dia bekerja di bidang IT.

Tanpa bermaksud rasis untuk para pekerja di bidang IT, tapi kebanyakan sosok yang bekerja di bidang IT memiliki kesulitan dalam memainkan kata dan menyusunnya menjadi puzzle yang indah. Lihat saja Mark Zuckerberg atau Elon Musk, yang lebih banyak bermain dengan otak dan aksi. Well, mungkin mereka romantis dengan gaya mereka sendiri, seperti Lincoln yang benar-benar teliti dengan hal-hal terkecil. Salah satunya ketika Sam menyusun daftar “HAL-HAL YANG PANDAI DILAKUKAN LINCOLN” (ditulis dengan huruf kapital ya, Artebianz), yang segera mendapat komentar dari Lincoln “Kalimatnya aneh. Awal yang meragukan.

Pada satu sisi, komentar itu memperlihatkan betapa riwilnya Lincoln terhadap detail—bawaan orang yang bekerja di bidang IT? Di sisi lain, ini juga menunjukkan bahwa laki-laki itu nggak terlalu percaya diri ketika seseorang mencari-cari kelebihannya. Padahal kalau menilai dari reaksi Beth, Lincoln jauh dari kata jelek.

Lincoln, why you one cute and dorky guy!

Untuk pertanyaan tentang penyebab mindernya Lincoln… I think it’s better for you to look for it yourself, Artebianz. Baca lembar per lembar kisah Lincoln dan Beth yang diam-diam menghanyutkan ini.

1. a. His Family

Keluaraga Lincoln terdiri dari ibu dan kakaknya (Eve). Lincoln nggak pernah mengenal ayahnya dan ibunya nggak pernah repot-repot menceritakannya pada Lincoln.

Hidup dengan dua orang perempuan nyaris sepanjang hidup, tentu saja secara otomatis memengaruhi sosok dan karakter Lincoln. Misalnya saja sosok ibu Lincoln, seperti yang ditunjukkan di halaman 8:

“Apa yang tidak kau tahu?” Ibunya mematikan mixer dan menatapnya.

“Kurasa mungkin mereka menginginkanku untuk bekerja di malam hari supaya aku

tidak dekat dengan orang lain.”

“Apa?”

“Yah, kalau aku bergaul dengan orang lain,” katanya, “aku mungkin akan….”

“Aduk. Bicaralah sambil mengaduk.”

Percakapan pagi itu dimulai ketika ibu Lincoln melihat Lincoln berjalan keluar kamarnya dengan penampilan yang kacau—atau mungkin nggak sesuai dengan umumnya generasi muda di masa pra-teknologi-digital: kerja dari jam 9 sampai 5 sore, tidur di malam hari, bangun di pagi hari, dan melakukan aktivitas nggak seperti kelelawar.

Dari sikap ibu Lincoln yang mengingatkan apa pekerjaan Lincoln, kita bisa melihat dari mana kebiasaan laki-laki itu untuk melakukan pekerjaannya dengan baik. Nggak peduli apa yang dia lakukan sembari mengerjakan pekerjaannya itu. Thus, dari sinilah rasa tanggung jawab sekaligus bersalah Lincoln berakar sewaktu dia nggak melakukan pekerjaannya dengan benar.

1. b. His Friends

Lincoln nggak punya banyak teman. Tapi dia memunyai beberapa teman yang bisa diandalkannya: para pemain game Dragon and Dungeons, pasangan Catherine dan Dave, Chuck si copy-editor, dan teman SMA-nya: Justin. Meski bisa dihitung dengan jari, tapi bisa dipastikan pertemanan Lincoln dengan teman-temannya cukup dekat. Misalnya saja Catherine, salah satu dari sedikit perempuan langka yang dekat dengan Lincoln dan tetap berteman walau mereka sempat terlibat insiden kecil—yang umumnya bisa membuat pertemanan laki-laki dan perempuan jadi rikuh.

Catherine jugalah yang mengingatkan Lincoln tentang obsesi nggak sehat laki-laki itu untuk terus membaca E-mail Beth dan Jennifer.

1. c. Sam

Gadis yang sering muncul dalam kenangan Lincoln.

gadis yang membuat Lincoln melakukan hal-hal nggak terduga—keluar dari rumahnya untuk berkuliah di tempat yang jauh dari kota kelahirannya.

Sekaligus gadis yang berperan besar dalam keadaan Lincoln sekarang ini.

Yap, pengaruh sosok Sam pada diri Lincoln lumayan masif. Kentara banget dari bagaimana Lincoln masih sering mengingat pacar pertamanya ini, serta bagaimana dia baru menceritakannya di tengah-tengah.

Sayangnya, saya nggak akan bercerita banyak tentang Sam. Saya nggak pengin merusak kesenanganmu saat membaca Attachments nanti. Lagi pula, rasanya lebih baik kalau kamu “bertemu” dengan Sam sendiri, Artebianz Smile

Andrew_LincolnAtau... Lincoln ternyata mirip Andrew? Source: here.

Baca juga: P.S. I Still Love You - Psst... Ada yang Masih Cinta

 

2. Beth Fremont

Sebagai ganti cerita tentang Sam, saya akan menceritakan tentang Beth—dan bagaimana sosoknya di mata Lincoln (dan di E-mail).

“…. Beth Fremont, Lincoln mengenalnya. Sebetulnya ia tahu tentang wanita itu. Ia pernah membaca resensi-resensi film yang ditulis Beth. Wanita itu lucu, dan biasanya Lincoln sependapat dengan ulasannya.” (hal. 27)

Itu adalah pendapat Lincoln tentang Beth. Meski belum pernah bertemu langsung dengan kritikus film favoritnya, laki-laki itu sudah lebih dulu menyukai (tulisan) Beth. Secara tidak langsung, dia memiliki ikatan emosional dengan Beth yang kemudian membuatnya terpikat pada sosok perempuan itu—berikut pertemanannya dengan Jennifer.

Perlahan, E-mail percakapan Beth dan Jennifer pun akhirnya menyeret Lincoln ke ranah dunia pribadi kedua perempuan itu. Lincoln nggak lagi mengenal Beth sebagai penulis kritik film, dia mengenalnya sebagai seorang gadis yang baik hati, humoris, dan setia kawan.

Tentang sifat Beth yang terakhir, saya sendiri menyukai betapa dia bisa jujur pada Jennifer (bahkan ketika kejujuran itu dibenci oleh Jennifer) sekaligus mendukungnya, seperti yang ditunjukkan kutipan berikut:

Dari: Jennifer Scribner-Snyder

Kepada: Beth Fremont

Dikirim: Rabu, 10/11/1999 10:11 AM

Subjek: Positif.

Jadi, aku melakukan tes kehamilan tadi malam, dan sejak itu aku terus-terusan merasa ingun muntah.... Bukan karena morning sicknes, kurasa masih terlalu dini untuk itu.

Beth kepada Jennifer: Ya Tuhan, SELAMAT!!! Selamat, selamat! YA, TUHAN!!! (hal. 171).

Seandainya ada gadis semacam Beth di sekitar saya, saya mungkin sudah mengajaknya berteman. Walau dia punya selera berpakaian yang unik Laughing

Kat Dennings
Beth? Source: here.

 

2. a. Chris

Chris. Dengan attitude-nya yang sok menjaga jarak dan sok keren (hal. 248-250), termasuk dengan Beth membuat saya berpikir, Oh, tipikal karakter rocker di novel.

Bukan sekali ini saya menjumpai karakter musisi yang diceritakan sebagai pendiam, sok nggak peduli dan menjaga jarak, tapi ternyata peduli banget sama kekasihnya—hanya menunjukkannya dengan cara unik. Seperti di halaman 248:

Beth kepada Jennifer: … Ngomong-ngomong, mereka semua menyukai Chris….
Jennifer kepada Beth: Apa Chris balas menggoda mereka?
Beth kepada Jennifer: Tidak juga. Dia sangat telaten. Dia membawakan es, sebotol rum, dan sayuran tambahan dari dapur.

Meski nggak tertarik dengan pesta yang dibuat Beth untuk adiknya yang melepas masa lajang, bachelorette party(?), Chris yang biasanya mengacuhkan Beth dan keberadaannya berada di sana. Bukan hanya untuk menemani, dia membantu pacarnya membereskan bencana ketika nggak satu pun teman adiknya yang menghargai usaha pacarnya.

Tapi selebih itu…. Chris seakan menghilang dari hidup Beth. Dia ada di rumah, tapi menjaga jarak dengan Beth.

Tapi, baru kali ini ada yang seaneh Chris dan membuat saya gagal paham pemikiran laki-laki ini.

Why? Kamu perlu membacanya sendiri, Artebianz, untuk merasakan pengalaman langsung mengenal Chris dan keanehannya. Terus kita bisa ngegosip bareng di sini soal cowok semacam Chris Laughing

2. b. Jennifer Scribner-Snyder

Jennifer adalah sahabat Beth, tapi berbeda dengan Beth yang selalu ceria dan optimis dalam hidupnya, Jennifer adalah tipe perempuan yang pesimis, kritis, dan memiliki rasa rendah diri. Ini langsung terlihat di halaman-halaman awal Attachments, yang lucu sekaligus konyol.

Jennifer kepada Beth:  Setiap kali aku minum-minum terlalu banyak, aku mulai merasa hamil. Kurasa itu karena aku tidak pernah minum-minum. Tidak heran kalau ‘sekalinya’ aku memutuskan sedikit bersenang-senang, aku hamil. Gara-gara tiga jam kelengahan, sekarang aku akan menghabiskan sisa hidupku bergulat memenuhi kebutuhan khusus seorang anak yang terkena sindrom alkohol janin.

Beth kepada Jennifer: Kurasa bukan itu istilahnya (hal. 4).

Ini adalah salah satu E-mail percakapan Beth dan Jennifer yang membahas tentang Jennifer yang takut hamil. Di satu sisi, Jennifer adalah ‘tool’ bagi Beth (dan Rowell) untuk menunjukkan karakter terbaiknya di hadapan Lincoln. Di sisi lain, Jennifer jadi semacam tolok ukur bagi Beth untuk mendapatkan cowok dan kehidupan yang baik.

Beth kepada Jennifer: Aku tidak menyalahkanmu karena agak membenciku. Tapi aku juga agak membencimu. Kau sudah bertemu dengan pria yag tepat pada waktu yang tepat. Kau menikah dengan pria manis yang paling baik di kelas. Dan sekarang kau sedang hamil (hal. 219).

Jennifer and BethHow I imagine Jennifer and Beth. Source: here.

Baca juga: Everlasting - Terkadang, Ada yang Tak Bisa Dihapus Waktu

 

 

Attachments - Kerutan dan Kernyitan Saya

Namun, seperti kebanyakan novel yang ditulis seorang manusia (ya iya, mana mungkin ada robot yang nulis cerita, kecuali diprogram), ada kekurangan dalam penggambaran sosok karakter. Khususnya Lincoln sebagai karakter utama.

Saya nggak menyalahkan karakterisasi Lincoln, karena mungkin ada cowok yang lembut dan sangat mulus dalam mempermainkan kata, sementara masih memiliki hati yang tulis. Yang membuat saya agak mengerutkan dahi adalah proses bagaimana Lincoln memutuskan jatuh cinta pada Beth.

Entah sejak kapan dan bagaimana, perasaan Lincoln berubah dari sekadar suka dan kagum ala-fans pada Beth jadi cinta. Karena, seperti yang disebutkan Beth, “Pria jatuh cinta dengan mata mereka. Itu tertulis dalam ilmu sains.” (hal. 426). Mungkin, apa yang dikira Lincoln sebagai cinta awalnya adalah metamorfosis perasaannya; dari sekadar menyukai menjadi tertantang, karena interaksinya dengan Beth nyaris seperti game Dragon and Dungeons. Apalagi ketika Lincoln pada akhirnya berhasil bertemu dengan Beth dan menyadari perempuan itu menyukainya.

Pada halaman 426, Lincoln boleh saja memejamkan mata saat Beth berkata tentang kebiasaan para pria yang disahkan ilmu sains untuk membuktikan dia nggak seperti pria lain. Tapi… komentar Lincoln di halaman 282 membuktikan sebaliknya:

Wanita itu membungkuk untuk meraih sesuatu yang keluar dari mesin itu. Beberapa helai rambut terurai membentuk gulungan lembut di belakang lehernya. Gadis itu berjalan cepat menuju pintu. Gadis itu mengenakan kemeja putih ketat dan celana korduroi merah muda storberi. Pinggangnya cukup ramping. Pinggulnya cukup lebar. Lekuk punggungnya lembut. Sangat cantik.

Mungkin, penilaian ini adalah insting lelaki Lincoln yang muncul spontan saat melihat seorang perempuan. Dan, dibesarkan di keluarga dengan dominasi perempuan, dia pun bersikap sopan pada Beth, sekaligus untuk membuktikan pada gadis itu kalau dia nggak bukan cuma tertarik pada fisik Beth. But yeah.... *shrug*

Keanehan lainnya adalah saat di halaman 416 saya menemukan sepotong dialog Beth yang bukan dalam bentuk pertukaran E-mail dengan Jennifer:

"Apa yang sebenarnya ada dalam pikiranmu?" Beth bertanya kepada dirinya sendiri.

Terasa aneh karena sebelumnya Beth belum pernah berbicara langsung seperti Lincoln menarasikan cerita; dia hanya berdialog lewat E-mail. Kalaupun dia berdialog langsung, biasa saat itu dia berada satu lokasi dengan Lincoln. Apalagi setelah satu dialog Beth itu, paragraf berikutnya dinarasikan oleh Lincoln.

Typo? Mungkin. Saya belum tahu pasti.

Baca juga: Intertwine - Takdir Yang Berjalin

 


Attachments - Rowell, Her Style, and the Things that Attach Me

Yang selalu saya sukai dari sebuah novel adalah bagaimana si penulis menciptakan dunia yang terasa nyata, bagaimana dia mempertimbangkan tiap kejadian/adegan dan diksi, serta bagaimana dia menggambarkan hubungan dan interaksi tiap tokohnya secara bertahap. Yang kesemuanya nanti berimbas pada suasana dan mood pembaca.

Seperti judulnya, Rowell berhasil menciptakan ikatan (attachments) antara tiap tokoh dengan senatural mungkin, in my humble opinion. Dia memberikan detail mengenai latar belakang para tokoh, termasuk ikatan emosi mereka dengan keluarga dan lingkungan yang kemudian membangun karakter masing-masing tokoh.

Rowell mungkin bukan orang pertama yang menggunakan E-mail sebagai salah satu format ceritanya. Meg Cabot pernah menggunakan metode yang sama. Tapi di sini dia bukan sekadar mengikuti trend. Rowell dengan teliti menempatkan E-mail sebagai salah satu tool yang menunjukkan kebangkitan teknologi digital di tahun 90-an. And thus, why Lincoln was put in charge as a character who works in IT. Selain juga sebagai tool untuk menunjukkan karakter perempuan Beth dan Jennifer yang doyan gosip, serta betapa dekat keduanya.

Lincoln and Beth
Source: here.

 

 

Attachments and My Final Words on It

After taste saya setelah membaca (membaca, membaca, dan membaca) Attachments adalah kepuasan. Despite karakter Lincoln yang nggak biasa, agak mirip Sam dalam When the Star Falls sebenarnya, tapi saya merasa lega dan bahagia begitu sampai di halaman terakhir. Bahkan setelah sekian kalinya saya membaca novel karya mantan reporter sebuah surat kabar ini.

Buat Artebianz yang suka cerita romance yang pelan-pelan menenggelamkan, kamu wajib baca Attachments!

Baca juga: Priceless Moment - Yang Disisakan Waktu Ketika Ia Berlalu

 

 

 

Your book curator,

N

 


Tag :


Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Review Buku Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Mengasah Rasa Lewat Kehidupan dan Gelombang Ujian


Edwin Ruser dan KoreanUpdates - Menghidupkan Mimpi Lewat Passion


Priceless Moment - Yang Disisakan Waktu Ketika Ia Berlalu


Bangkok Knockout: Permainan Maut antara Hidup dan Mati


Keep Being You - Isyana Sarasvati


Depot Asih Jaya, Pusat Soto Lamongan


Taman Bungkul - Oase dan Kebanggaan Warga Surabaya


Candi Minak Jinggo - Candi Kecil nan Istimewa di Trowulan


Festival Foto Surabaya - Menggugah Kepedulian Melalui Lensa


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Empat)


Oma Lena - Part 3


Mimpi Retak dan Angan-Angan di Biru Langit