Doodle Land, A Coloring Book for Grown-Up Children
10 Dec 2015 View : 7917 By : Niratisaya
Desain gambar oleh | Asrika Vitawati |
Diterbitkan oleh | Haru |
Pewajah buku | @teguhra |
Disunting oleh | Selsa Chintya |
Genre | nonfiksi, children, young adult |
Jumlah halaman | 68 |
Diterbitkan pada | Desember 2015 |
Nomor ISBN | 978-602-7742-69-7 |
Harga | IDR59.500,00 |
Koleksi | Perpustakaan Artebia |
Doodle Land adalah buku mewarnai untuk kamu yang masih ingin menikmati keseruan bermain warna seperti anak-anak. Dengan berbagai tingkat kesulitan mewarnai, kamu bisa menantang diri kamu sendiri untuk berkreasi, dan juga sedikit melupakan rutiniyas sehari-hari yang membosankan.
Jangan lupa bagikan hasil karyamu di sosial media dengan hastag #DoodleLand dan mention @doodlelandbook dan @penerbitharu.
Semasa hidup, Friedrich Nietzsche pernah berkata “In every real man a child is hidden that wants to play”. Ternyata ucapan Om Nietzsche ini ada benarnya. Berapa pun umur kita, Artebianz, pasti kita selalu merasa bosan dengan segala rutinitas dan kewajiban ala "orang dewasa". Pasti ada momen di mana kita merindukan masa kanak-kanak yang bebas dan lepas.
Kita akan selalu menemukan dorongan untuk “membuang-buang” waktu dan bermain. Entah dengan Play Station, bersepeda, atau melakukan yang semasa TK dan SD getol banget kita lakukan: mewarnai.
The thing is… rasanya nggak baget kalau kita beli buku mewarnai ala anak SD yang berisi gambar hewan atau bunga. Semacam ini….
Source: here.
Atau kalau mengikuti anak-anak zaman sekarang, seperti ini….
Walau saya sendiri suka Masha
Source: here.
Sebagai orang yang—ehem—dewasa, rasanya malu dan malas kalau harus mewarnai hewan atau objek-objek yang nggak menantang.
Jadi, rasanya seperti ketiban rezeki nomplok sewaktu artebia.com dapat kiriman buku Doodle Land karya Asrika Vitawati. Langsung saja, kru Artebia lompat dan menggabungkan kekuatan.
Untuk mewarnai Doodle Land
Baca juga: Intertwine - Takdir Yang Berjalin
Part by Part of Vitawati’s Doodle Land: A Coloring Book for Grown-Up Children
The fun part dari Doodle Land tentu saja gambarnya yang random dan imut. Semacam monster chibi (bukan chibi Maruko-chan atau "chibi-chibi"-nya Cherry Belle, ya) permen, kue, es krim, dan semua yang lucu-lucu.
Gambar-gambar Vitawati yang random sekaligus bertema—satu halaman kita bisa ketemu monster ala Domo-kun, lalu di halaman selanjutnya kita ketemu dengan monster kue dan peri hutan macam di film animasi Princess Mononoke.
Variasi gambar nggak membuat kita berasa seperti mewarnai buku anak-anak, karena gambar-gambar itu pada kenyataannya nggak jauh berbeda dari boneka-boneka yang dijual di toko-toko, atau film kartun.
Bosan dengan gambar sederhana yang nggak terlalu berbeda dengan buku gambar anak-anak?
Jangan khawatir, Doodle Land punya ragam tingkat kesulitan.
Berbeda dengan bentuk doodle Vitawati yang bermacam-macam, tingkat kesulitan gambar Doodle Land berurutan. Pada satu halaman, Artebianz bisa dengan asyik dan bebas mewarnai objek-objek yang tersebar bebas di satu halaman buku ini. Lalu, di halaman berikutnya, Artebianz bisa jadi menemukan diri kalian menunduk dengan asyik dan serius mewarnai doodle goresan mahasiswi salah satu perguruan tinggi swasta di Bandung ini.
The essential fun part of coloring adalah nggak seorang pun menuntut Artebianz untuk mewarnai dengan benar. Artebianz bisa mengubah awan menjadi merah muda atau hijau, pegunungan jadi krem, dan menghiasi halaman demi halaman dengan warna yang sesuai dengan kesukaan atau kepribadian kamu.
Sementara itu, the not really fun part of coloring adalah aktivitas ini bisa menyedot perhatian kita. Bagi waktu dengan baik ya, Artebianz. Memang penting bagi kita untuk melepaskan penat dengan, tapi kalau kita terus-terusan bersenang-senang… bakal gawat, kan?
Baca juga: The Giving Tree: Cinta Adalah Bahasa Universal
Doodle Land and the Color of Our Life
Ada banyak macam buku mewarnai yang beredar di toko-toko sekarang ini. Masing-masing dengan pesona tersendiri. Tetapi, saya menemukan Doodle Land sedikit berbeda dan unik dari semua buku yang ada.
Bisa jadi, ini karena semangat Asrika Vitawati dalam menyalurkan kreativitasnya. Terasa energi spontan dari gambar-gambar Vitawati yang mengajak kita untuk bersenag-senang, dan sejenak melepas atribut dewasa dari pikiran kita.
Ini mungkin karena pengaruh kepribadian Vitawati, serta semangatnya untuk "tetap menjadi amatir".
Remeh banget ya, kedengarannya? Tetapi Artebianz, dengan menjaga semangat "menjadi amatir" kadang kita mampu memacu diri sendiri untuk terus maju dan bersemangat ketika melakukan sesuatu dalam hidup ini. Kita nggak terbebani satu standar kesempurnaan—yang bisa jadi hanya ada dalam kepala kita.
All in all, seperti kata Vitawati dalam bukunya, “Our life is like an art, we choose and create our own color of the way.” Mewarnai bisa jadi sebuah terapi pembebasan diri bagi Artebianz, yang perlahan-lahan melepaskan sisi kreatifmu.
Jadi, free your inner child, Artebianz. Berkreasilah dengan warna-warna dalam kehidupanmu!
Baca juga: Einstein Aja Ingin Tahu! (Jilid 1)
Your book curator,
N

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.
Profil Selengkapnya >>