Bi! - Potret Emosi yang Mengikat Manusia pada Lingkaran Kehidupan

11 Jan 2015    View : 4596    By : Niratisaya


Ditulis oleh  Fei
Diterbitkan oleh  Haru
Disunting oleh  Tia Widiana
Sampul didesain oleh  Angelina Setiani
Diterbitkan pada  Februari 2013
Genre fiksi, young adult, fantasi, family
Jumlah halaman
280
Nomor ISBN  978–602–7742–10–9
Harga  IDR45.000,00

Koleksi 

Perpustakaan Pribadi



“Hoi! Hoi! Maafkan aku. Aku benar-benar tidak bermaksud menakutimu,” ucapnya penuh penyesalan.
Lagi-lagi ia ceroboh menampakkan wujud aslinya.
Tidak mudah memang untuk mencoba bergaul dengan manusia ketika dirinya memiliki sepasang bola mata
yang mencuat, kulit wajah yang kemerahan, serta sepasang tanduk di kepala.
Gadis yang melihatnya malah pingsan ketakutan.
Padahal gadis ini baru saja membebaskannya dari sebuah bel angin yang mengurungnya selama 400 tahun.
Ia harus segera mengubah wujudnya agar bisa diterima manusia!

Pemuda berwajah cantik itu bilang dia adalah ‘dokkaebi’ dan mengaku bernama ‘Bi!’.
Dia pasti pemuda gila, kan?
Di dunia modern begini siapa sih yang percaya kalau dokkaebi —makhluk yang banyak terdapat di cerita dongeng Korea—itu benar-benar ada?
Parahnya lagi, dokkaebi itu bertekad membalas dendam pada Jo Hyuk—teman Min Jeong sejak kecil—yang menurutnya telah menyebabkannya dikurung selama empat ratus tahun.

Min Jeong tahu ia harus segera bertindak!

 

Impresi Saya terhadap Bi!

Sad

Setiap kali membaca buku yang saya perhatikan adalah siapa penulisnya dan kesan apa yang saya dapat saat melihat sampul novel tersebut. Dan yah... terkadang seberapa membujuknya blurbs di sampul belakang novel. Beberapa novel sekadar menawarkan kekerenan sampul, tapi jarang yang bisa menangkap dan mewakili isi cerita. Dan saya sering termakan "jebakan-jebakan Batman" semacam ini....

 

So, Artebianz, sewaktu Anda membeli novel (selain penulis) yang perlu diperhatikan adalah kesan sampul. Bukan cuma menggunakan mata, tapi juga hati, ya. Tsaaah...!

Sehubungan dengan novel Bi!, sampul, dan penulisnya... saya suka bagaimana cerita dikemas sedemikian rupa sehingga nggak melulu berputar pada kisah cinta. Sementara itu, sampulnya memiliki kesan hangat lewat desain dan gambar yang nggak mengumbar gambar indah atau menampilkan warna-warna secara berlebihan.

Sebenarnya Bi! adalah novel ketiga Fei, tapi menurut saya ini adalah novel pertama yang benar-benar mewakili seberapa serius niat Fei sebagai penulis. Fei mengawali karirnya sebagai penulis duo. Bersama Lia Indra Andriana, ia melahirkan Love Buble, karyanya yang pertama dibukukan. Bersama Clara Canceriana, ia menelurkan Love Storm.

So much love in this, Artebianz, that you'd fall in love with Bi!

Sebenarnya tentang apa sih, Bi! ini? Apa novel ini mengisahkan kehidupan Bi, si artis? Nope, Artebianz.

Walau tokoh utama dalam cerita ini memiliki kesamaan nama dengan penyanyi dari Negeri Ginseng tersebut, Bi! tidak ada sangkut pautnya dengan artis itu. Dari blurbs novel, Artebianz mungkin bisa menebak kalo novel ini menceritakan sosok salah satu makhluk mitos dalam cerita Korea (dokkaebi). Nah, dari sinilah nama Bi si tokoh utama diambil.

Dalam dongeng rakyat, dokkaebi diceritakan sebagai sesosok dengan penampakan bola mata mencuat, kulit wajah kemerahan dan tanduk di kepala. Dan konon usil. Tapi dokkaebi yang ditemui Min Jeong (si tokoh utama) di rumahnya ini berbeda. Alih-alih menampakkan diri sebagai sosok mengerikan, setiap hari dokkaebi yang memperkenalkan diri dengan nama Bi ini tampil dengan wujud remaja imut. Bukan hanya itu, Bi juga gemar bersenang-senang dan beradaptasi dengan cepat dalam kehidupan manusia. 

DokkaebiPenampakan dokkaebi di salah satu sampul buku dongeng
(Gambar diambil dari beautecoreenne.over-blog.com)

Meski menimbulkan kerepotan, tapi Min Jeong yang sering kali tinggal sendirian di rumahnya ini tak pernah mempermasalahkan hal kecil menerima kehadiran Bi. Walau dengan setengah hati dan setengah mati ngedumel karena rasa ingin tahu Bi yang begitu tinggi.

Mulanya Min Jeong berpikir ia akan hidup damai dengan Bi. Namun, suatu kali Bi bertemu dengan sahabat Min Jeong, Hyuk, dan sikap dokkaebi itu mulai berubah. Bi yang selalu ceria memperlihatkan sisi lainnya ganas dan pendendam.

Kenapa?

Ada apa?

Apa Bi akhirnya jatuh cinta pada Min Jeong dan cemburu dengan keberadaan Hyuk yang dekat dengannya? Atau ada cerita lain dari kisah dokkaebi berwajah ulzzang (best good-looking) yang suka makan dan clubbing ini?

Baca juga: (Not) Alone In Otherland - Sendiri, Bukan Berarti Sendirian

 

Bagian per Bagian

Salah satu permasalahan yang muncul setiap kali membaca novel Indonesia adalah terkadang saya merasa tidak pernah mendapatkan pengalaman penuh saat membaca. Bukan cerita yang tidak selesai, tapi hm... dalam beberapa novel cerita yang saya baca terkesan belum utuh. Masih ada beberapa yang kurang. Di luar kasus seorang penulis yang sengaja meninggalkan ceritanya dengan open-ending lho, ya.

Entah karena minat baca yang belum banyak, peraturan penerbit dengan sekian halaman dan sekian katanya. Atau faktor-faktor lain. Entahlah. Tapi dengan Bi! saya merasa puas. Cerita tidak tiba-tiba terjadi di suatu tempat terhadap beberapa tokoh. Melainkan ada latar belakang cerita yang membuat saya, pembaca yang riwil ini ber-“ooooh jadi begitu, tho, ceritanya”. Yang lantas diracik dengan begitu hati-hati, sehingga membuat saya seolah tengah membaca buku yang disusun dengan sistem lego. Semuanya begitu pas.

 

1. Tiga Kisah dalam yang Saling Terkait

Selain cerita Min Jeong, ada beberapa kisah tokoh gadis lain. Di awal ada sosok Min, seorang gadis kelahiran Hanyang (nama kota Seoul di zaman Joseon). Kemudian di pertengahan ada sosok Jang Mi, seorang mudang (dukun tradisional), yang lahir dua ratus tahun setelah Min. Meski hidup terpisah dan berbeda zaman, cerita ketiganya tidak terpisah. Mereka diikat oleh sosok Bi. Kerennya, kisah mereka bukan hanya hadir sebagai pelengkap atau kisah yang hanya lewat, tetapi juga sebagai petunjuk bagi para pembaca mengenai latar belakang cerita dan karakter masing-masing tokoh.

Saya tidak bisa menceritakan secara lengkap pada Artebianz mengenai bagaimana kisah mereka, karena akan merusak keseruan yang kamu nikmati sewaktu membaca nanti. For that aspect is one of the things that you should anticipate from Bi! Smile

 

2. Emosi dan Manusia

Emosi adalah salah satu hal mendasar pada sosok manusia yang membuatnya bergerak dan hidup. Demikian pula dalam cerita. Untuk kasus Bi! yang mencolok dalam ceritanya adalah keinginan untuk dimiliki dan memiliki.

Ambil saja contoh Min Jeong sang tokoh utama. Gadis ini telah lama ditinggal mati oleh ibunya, mengalami pahit dan getirnya hidup yang kemudian mendorongnya untuk hidup mandiri. Walau demikian, jauh dalam dirinya Min Jeong tetaplah seorang gadis. Ia tetaplah seorang manusia biasa yang membutuhkan seseorang dalam hidupnya.

Semua tempaan hidupnya membuat Min Jeong jadi menutup diri dan memasang topeng sebagai orang yang sangat tegas dan keras di hadapan teman-temannya. Walau begitu, ketika berhadapan dengan para tetua, terutama ibu-ibu, Min Jeong bisa bersikap seperti anak kecil lagi. (hal 21)

Meski masih memiliki seorang ayah, pada kenyataannya Min Jeong bisa dibilang hidup sendiri. Dengan ayahnya yang mulai kehilangan semangat hidup, gemar minum dan berjudi sejak istrinya meninggal, Min Jeong menjelma jadi gadis mandiri yang merencanakan segala kehidupannya sendiri.

Namun, dari kutipan di atas terlihat bahwa ia juga merasa kesepian dan membutuhkan orang lain sebagai bersandar. Mungkin itu juga sebabnya ketika Bi muncul di rumahnya dan tinggal di sana Min Jeong tidak seperti seorang gadis yang ketakutan.

Selain itu, meski menggunakan tokoh makhluk mitos, tapi cerita ini memberi alternatif pada pembaca mengenai sosok yang disebut sebagai monster. Fei menampilkan sisi lain dari dokkaebi yang selalu dikenal jahat atau jail. Bi si dokkaebi tampil sebagai makhluk, tanpa embel-embel, sama seperti Min Jeong yang lebih ditampilkan sebagai manusia. Bukan sekadar seorang gadis atau seorang anak.

 

3. Diksi

Bila ada hal yang menarik dalam sebuah cerita, saya bisa mengatakan kalau itu adalah karakter, plot, dan diksi.

Semenarik apa pun karakter atau plot sebuah cerita, bila diksinya mendukung, saya segera kehilangan minat baca. Diksi yang saya maksud di sini bukan sekadar kata-kata ajaib bin sulit, tetapi juga ketepatan penggunaannya.

Diksi jugalah yang membuat saya tertarik pada Bi! dan tak kehilangan minat baca, salah satunya di halaman 4:

Temperaturnya sudah tidak lagi dingin menggigit, namun juga belum panas menyengat.

Perbandingan antara dingin menggigit dan panas menyengat ini saya bayangkan sama seperti gigitan binatang bergigi tajam dan lebah. Keduanya sama-sama menyakitkan dengan cara yang berbeda. Sebuah gambaran yang benar-benar bisa membuat pembaca bisa turut merasakan suasana dan situasi di dalam cerita.

Baca juga: Single Ville - Potret Kehidupan Para Lajang

 

Tentang Karakter

Saya tidak akan menceritakan tentang seluruh karakter yang ada dalam Bi!. Karena kalo dihitung-hitung, ada lebih dari lima karakter dalam novel ini. Ada Hyuk (teman Min Jeong sejak kecil), Ae Rin (teman SMA Min Jeong), Min (nona kecil kelahiran Hanyang), Jang Mi (mudang zaman Joseon), Ayah Min Jeong, sepupu Ae Rin, dan tokoh-tokoh lain. Lumayan banyak, ya.

Alasan saya adalah, selain supaya Artebianz penasaran, seperti apa sih tokoh-tokoh dalam novel ini, agar Anda menemukan sendiri keajaiban gaya menulis Fei dalam Bi!

Karena itu, saya akan menuliskan tentang karakterisasi dua tokoh utama novel Bi!: Min Jeong dan Bi, yang membuat saya tak bosan-bosannya membaca novel ini.

Min Jeong

Artebianz pernah mendengar tentang mimesis. Saya setuju dengan pendapat bahwa novel adalah mimesis (cerminan) dari kehidupan. Karena itu, saya senang sekali sebagai pembaca sewaktu menemukan betapa sempurnanya ketidaksempurnaan tiap karakter yang ditampilkan dalam cerita ini.

Mulai dari seorang gadis kesepian yang memutuskan untuk tak memercayai mimpi, kecuali impiannya sendiri untuk bisa hidup layak. Tidak seperti kebanyakan remaja yang bermimpi tinggi, Min Jeong hanya ingin makan tiga kali sehari dan mengenakan pakaian layak. Kesederhanaan dan kelogisan pikiran Min Jeong ini akibat kekerasan hidup yang dirasakannya pasca kematian ibunya.

Ibu Min Jeong adalah tulang punggung keluarganya. Sehingga secara otomatis, setelah ia meninggal, Min Jeong tak bisa lagi berkonsentrasi pada kuliahnya. Gadis berumur sekitar 20 tahun ini harus mengajukan izin cuti kuliah. Ia harus menjadi SPG dari satu acara ke acara lain. Tidak hanya itu, Min Jeong juga rela menjadi supir catutan agar ia bisa makan tiga kali sehari (hal. 17).

Dari situ, saya menengarai bahwa Min Jeong cukup kesepian. Bayangkan, di usia yang mestinya dihabiskannya konsentrasi belajar dan bermain, Min Jeong sibuk mempersiapkan food truck dan menjalin kerja sama dengan beberapa orang agar ia memiliki sebuah pekerjaan tetap. Bahkan untuk perawatan diri, misalnya rambut, Min Jeong tak terlalu mengambil pusing. Ia menyerahkannya pada Ae Ri, seorang calon hair-dresser. Itu pun diterima Min Jeong setelah Ae Ri mengatakan ia akan membayar Min Jeong.

Satu hal lain yang saya suka dari karakterisasi Min Jeong adalah bila umumnya kehadiran seorang tokoh baru di kehidupan tokoh lainnya akan mengubah tokoh tersebut, tidak demikian dengan Min Jeong. Kehadiran Bi membuat Min Jeong dengan mudah mengekspresikan dirinya seperti anak muda pada umumnya.

Bi bertanya sambil menunjukkan dua halaman web yang terbuka dan menampilkan dua gambar model katalog yang memakai pakaian yang dideskripsikannya [Bi] barusan.
Min Jeong melongo melihatnya.
Bukan karena model-model itu tampan atau karena ia heran karena Bi sekarang sudah piawai browsing macam-macam di internet, tapi ia merasa salah dengar.
"Clubbing?" ulangnya. Bagaimana bisa dokkaebi itu tiba-tiba saja tahu tentang clubbing? Bahkan Min Jeong yang sering diajak Hyuk saja belum pernah mencoba clubbing. (hal 125)

Saya tidak mengatakan kalau teman-teman Min Jeong tidak pernah berinteraksi dengan gadis itu. Tapi mereka tidak tinggal di satu rumah yang sama seperti Bi, sehingga Min Jeong bisa dibilang terisolasi dari masa mudanya bila ia tidak berada di sekitar Hyuk atau Ae Ri. Dengan adanya Bi, Min Jeong diingatkan bahwa ia tidak hanya berkewajiban mencari nafkah untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk bersosialisasi dan hidup selayaknya remaja pada umumnya.

Min Jeong bahkan baru tahu kalau rumahnya memiliki sambungan Internet dari Bi yang baru saja tinggal di sana.

Kehadiran Bi dalam kehidupan Min Jeong bisa dibilang membuat gadis itu mengenali kembali dirinya dan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Yang bukan hanya mengenai sambungan Internet saja.

Baca juga: Girls in the Dark - Hal-Hal yang Terjadi Ketika Sekelompok Gadis Berkumpul dalam Gelap

Bi si dokkaebi

Bi berusia sekitar 600 tahun dan telah melewati masa-masa perubahan yang dialami oleh Seoul. Ia diceritakan terperangkap di sebuah bel angin dan baru bebas setelah Min Jeong menemukan bel tersebut.

Tidak seperti monster dalam bayangan kita, Fei menggambarkan Bi si dokkaebi sebagai sosok yang jail, ceria, tapi konsekuen dan cerdas. Tidak jauh berbeda dengan manusia pada umumnya. Menurut Min Jeong, Bi bahkan lebih manusia darinya. Sementara Min Jeong tak memiliki akun media sosial sama sekali (meski dia manusia), Bi sudah memiliki akun Twitter dan Me2day (salah satu media sosial di Korea Selatan). Bi bahkan sudah mahir menggunakan komputer dan piawai browsing (hal. 175).

Namun bukan hanya kepandaian Bi dan adaptasinya dengan gaya manusia modern yang membuatnya terlihat seperti manusia. Ia juga memiliki sifat yang sama seperti kita.

"Kau kan sudah janji padaku! Kau janji tidak akan mencari Hyuk tanpa sepengetahuanku! Dasar dokkaebi penipu!" Sorot mata Min Jeong berkilat-kilat marah.

Bi juga langsung naik emosinya. "Aku kan hanya janji tidak akan mencari itu langsung tanpa sepengetahuanmu. Tapi aku tidak pernah berjanji tidak akan mencari informasi sendiri. Aku bahkan menepati janjiku untuk tidak bertanya pada ayahmu walau aku tahu dia sumber yang mudah dan terpercaya. Jangan samakan aku dengan kalian para manusia penipu!"
(hal 182)

Kutipan di atas memperlihatkan bahwa dalam diri Min Jeong terpasang stigma mengenai dokkaebi atau monster lainnya, bahwa mereka suka mempermainkan manusia dan mengambil kesempatan. Hal ini disebabkan Min Jeong menganggap Bi asing dalam kehidupannya dan ia bisa saja melukai serta mengganggu orang-orang sekitarnya. Sementara pada saat yang sama, Min Jeong nggak menyadari bahwa manusia pun memiliki sifat sama seperti Bi dan para monster lainnya. Mereka bisa mempermainkan kata dan berbuat seenaknya. Min Jeong baru menyadari hal tersebut ketika ia mendengar ucapan Bi.

Sosok Bi tidak hanya menghadirkan unsur fantasi dalam novel ketiga Fei ini. Ia juga memberikan warna ceria lewat keisengannya dan rasa ingin tahunya atas segala sesuatu yang ada di sekitarnya. I mean Artebianz, bayangkan dia berjoget ria, makan (hanya karena ingin, bukan butuh), dan tampil modis di antara para manusia dan menikmati hidup ini seolah-olah dia tidak jauh berbeda dari manusia pada umumnya.

 

 

Akhir Kata

Bi! sedikit mengingatkan saya pada film Spirited Away dan Jeon Woo Chi dengan elemen fantasi yang dibawanya, serta twist yang akan membuat Artebianz takjub. Walau harus dikatakan novel ini elemen modern lebih dominan di dalam cerita ini. Bayangkan saja, makhluk mistis yang hidup beratus-ratus tahun yang kemudian jatuh cinta pada acara clubbing yang rutin diadakan muda-mudi Seoul, suka jejogetan, dan hobi makan daging panggang.

Daripada makhluk mistis lebih cocok dibilang makhluk hippies.

 

 

PS: pas baca novel ini entah kenapa jadi kepikiran, jangan-jangan semua cowok yang berwajah ulzzang (cakep) dan ceria itu… jelmaan dokkaebi!
                               
Astaga… L, Siwon, Donghae, Park Min Woo…!!! Yell

Dokkaebi
                     The dokkaebis in my imagination. Nyahaha....

Baca juga: Sayap-Sayap Kecil Mengintip Sepotong Kisah Rahasia Seorang Gadis SMA

 

 

 

Your book curator,

N

 




Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Review Buku Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Cinderella dan Wanita Masa Kini: Sebuah Dekonstruksi Dongeng


Dimas-Lissa: Pudarkan Kapitalisasi Pendidikan Lewat Sekolah Gratis Ngelmu Pring


Hujan dan Pelangi


Goblin: The Lonely and Great God


Kataji - Awal Mula Saya Terpikat pada Yura


Nikmatnya Sop Buntut di


7 Mal Dan Tempat Nongkrong Dengan Toilet Asyik Di Surabaya


Pantai Pulau Merah Nan Meriah Di Banyuwangi


Literasi Oktober: Goodreads Surabaya, Faisal Oddang, dan Puya ke Puya


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Pertama)


Ode Untuk Si Bungsu


Masa (II)