Gili Labak - Surga Tersembunyi Di Pulau Garam

11 Feb 2015    View : 60745    By : Nadia Sabila


Gili Labak adalah sebuah pulau kecil tak berpenghuni yang terletak di Kabupaten Sumenep, wilayah terujung Pulau Madura, Jawa Timur. Orang setempat melafalkannya dengan "Gili Lab-bek". Gili Labak ini merupakan salah satu objek wisata yang belum terlalu mainstream lho, Artebianz (saat artikel ini ditulis)! Terbukti saat saya menyebut nama "Gili Labak", kebanyakan orang masih bertanya "Di mana itu?". Dan yang paling penting, tempat ini menyimpan pesona pantai bak paradiso. Jadi, buat Artebianz yang senang menjelajah lokasi-lokasi indah dan "perawan" (karena saya dan rombongan sudah kemari jadi sudah tidak perawan lagi ya?), pulau kecil nyempil di Madura ini bisa menjadi pilihan.

gili_labakGili Labak Hidden Paradise


Menuju Gili Labak

Pelesir kali ini, saya bergabung dengan rombongan open trip khusus untuk jelajah Gili Labak satu hari. Untuk menuju ke Gili Labak, Artebianz harus dua kali menyeberang. Pertama, menyeberang dari Surabaya ke Sumenep. Kami melewati Jembatan Suramadu dan berangkat pada malam hari, sekitar pukul 22.30 WIB dari Surabaya. Kedua, menyeberang dari Kalianget, Sumenep, menuju ke Gili Labak. Waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan dari Surabaya ke Sumenep adalah sekitar lima jam dengan mobil. Kami tiba di Sumenep pada pukul setengah empat pagi. Namun, kapal yang disediakan untuk menyeberang ke Gili Labak baru bisa berangkat pukul enam pagi.

dermaga_kaliangetkampung nelayan

Kampung nelayan ini terletak di wilayah Kalianget. Beberapa nelayan di sana memang sengaja menyewakan kapalnya untuk para pelancong yang ingin menyeberang ke Gili Labak. Karena rombongan saya berjumlah hampir 30 orang, kapalnya pun adalah kapal ikan yang berkapasitas besar.

 

Ke Gili Labak Dari Kalianget

Perjalanan dari Dermaga Kalianget menuju Gili Labak memakan waktu sedikitnya dua jam. Kami bertolak dari dermaga Kalianget menuju Gili Labak pada pukul setengah tujuh pagi. Cuaca pagi itu sangat cerah, sehingga kami bisa sekalian menikmati keindahan laut Kalianget. Banyak keramba-keramba penangkap ikan berdiri di laut Kalianget. Ada pula dermaga-dermaga lain dan pulau-pulau mini yang dapat dilihat di sepanjang pelayaran menuju pulau Gili Labak.

dermaga_kaliangetDermaga Kalianget

Lewat pukul delapan, sinar matahari mulai terik (sangat terik karena saya duduk di atap kapal), namun Pulau Gili Labak masih jauh. Nah, inilah kesempatan Artebianz untuk memoles tubuh dengan tabir surya alias sunblock. Bukannya takut hitam (takut juga sih... hehe), yang jelas, tabir surya itu penting untuk melindungi kulit kita dari paparan sinar ultraviolet yang bisa menyebabkan kanker kulit.

 

Selamat Datang Di Gili Labak

Akhirnya, perjalanan panjang serta kantuk yang menyerang pun sirna kala pulau Gili Labak mulai muncul di depan mata. Dan, yang paling menakjubkan adalah pemandangan bawah laut di perairan sekitar Gili Labak yang bening bak kaca. Beberapa meter sebelum kapal berlabuh di bibir pantai, Artebianz harus melihat ke bawah air. Terumbu-terumbu karang menakjubkan seolah memanggil-manggil penumpang di atas kapal untuk segera "nyebur".

gili_labak gili_labak

Peralatan snorkeling sewaan pun dibagikan pada peserta jelajah Gili Labak; Ada google, life jacket, dan fin/kaki katak, Sayangnya, jumlah fin terbatas dan saya tidak kebagian. Fin sebetulnya dibutuhkan agar kaki tak terlalu sering menjejak karang. Hati-hati ya, Artebianz kalau berdiri di laut beterumbu karang, usahakan sekali untuk tidak mematahkan karang.

Setelah kapal bersandar, saya menahan diri untuk tidak snorkeling dulu Artebianz. Bukannya apa-apa, tapi saya dan teman-teman lapar sekali, hehehe. Jadi, kami makan bekal dulu di pinggir pantai, setelah itu berkeliling pulau Gili Labak dulu sekalian pemanasan sebelum snorkeling.

 

Pulau Gili Labak

Gili Labak ini imut sekali, Artebianz. Waktu yang diperlukan untuk mengelilingi satu pulau dalam satu kali putaran tak sampai satu jam jika Artebianz tak tergoda untuk berhenti dan foto-foto. Tapi godaan untuk tak berfoto di pulau ini hampir mustahil ditahan. Gili Labak terlalu indah untuk tak diabadikan.

gili_labak

gili_labak
Pasir putih bersih berpadu dengan gradasi warna hijau toska-hijau tua-biru muda-biru laut menyamarkan garis horizon pemisah laut dengan langit biru dan awan putih yang berarak. Perahu-perahu nelayan yang berlayar di laut Gili Labak pun seolah melayang di atas terumbu karang. Kawanan ikan kecil yang membentuk koloni besar pun seolah menyapa kami dengan berkerumun dan melompat-lompat riang ke permukaan air. Pemandangan yang sungguh luar biasa. Cuaca cerah saat itu sangat membantu mengeluarkan aura keindahan Gili Labak-Surga Yang Tersembunyi.

 

Sihir Pesona Terumbu Karang Gili Labak

Setelah puas berfoto, saya dan teman-teman pun akhirnya tiba kembali di titik awal. Dan kami pun tak bisa menahan hasrat lagi untuk tidak menyelami lautan. Laut Gili Labak yang dekat dengan daratan ini tak begitu dalam, mungkin hanya sekitar 1,5 sampai 4 meter, tetapi terumbu karangnya sudah terlihat sangat indah. Ikan kecil belang-belang, belut laut warna perak, sampai bintang laut warna biru sudah bisa ditemui hanya dari kedalaman tersebut.

gili_labak Snorkeling Gili Labak

Kami tak berani ke laut yang lebih dalam, karena di Gili Labak ini, kami tidak didampingi oleh pemandu seperti di Pulau Menjangan-Bali tempo hari. Snorkeling di Gili Labak ini merupakan pengalaman snorkeling saya yang kedua setelah di Pulau Menjangan. Jadi saya sudah tak begitu bingung untuk memakai alat snorkeling dasar.

Saya snorkeling dengan memakai life jacket, namun agaknya life jacket itu justru menyulitkan saya untuk bergerak maju melawan arus ditambah lagi kaki saya kram (padahal sudah pemanasan lho!), akhirnya saya pun pasrah saja terapung-apung sambil menikmati keindahan bawah laut Gili Labak. Bahkan teman-teman saya pun tak menghiraukan saya yang terapung-apung seorang diri dengan kaki kram, meskipun saya sudah minta tolong.

Hiks, tega ya? Hihihi!

Tapi maklumlah, pesona laut dan isinya di sini memang sungguh menyihir sehingga para snorkeler dan diver akan sulit berpaling, kecuali saat google-nya kemasukan air.

bintang_laut_gili_labakBintang Laut Biru

Di Gili Labak inilah pertama kalinya saya dan teman-teman memegang bintang laut dengan tangan kami sendiri. Warnanya tidak pink dan tidak gendut seperti tokoh Patrick di film kartun Spongebob, melainkan biru gelap dan "langsing". Tubuh "Si Patrick Biru" ini pun terasa keras seperti porselen.

 

Gili Labak Memang Indah, Sayangnya....

Mulai kotor! Ini kekurangan utama di Gili Labak, sudah banyak sampah plastik di pinggir pantai, bahkan kami sempat menemukan juga selembar tas plastik department store berlayar tak berdosa di atas laut bening Gili Labak. Sangat disayangkan. Jika terus dibiarkan, lama-lama pulau kecil nan menakjubkan ini bisa menjadi pulau sampah. Dari awal berangkat, rombongan kami memang sudah bertekad untuk membawa kembali sampah-sampah sisa makanan kami.

gili_labakAda sampah di balik semak

Tanpa bermaksud membandingkan, tak seperti di Teluk Hijau-Banyuwangi yang warganya justru berterimakasih pada pengunjung yang membawa pulang kembali sampah, nelayan Gili Labak justru heran saat saya menenteng kembali plastik berisi sampah.

"Ini plastik isi sampah Pak, tempat sampahnya mana ya?" tanya saya pada nelayan kapal saat sudah tiba kembali di Kalianget.

"Lho sampah, Mbak? Kenapa ngga ditinggal di sana saja Mbak tadi?"

"Yah jangan dong Pak, sayang nanti pulaunya jadi kotor."

Inilah bukti bahwa perhatian masyarakat terhadap kebersihan Gili Labak masih rendah. Jadi, untuk Artebianz yang berencana mengunjungi Gili Labak atau pulau manapun, jangan tinggalkan apapun selain jejak ya, Artebianz! Mari kita sama-sama mensyukuri alam Indonesia yang luar biasa indah ini dengan menjaga kebersihannya.

 

Mengunjungi Gili Labak Harus Dalam Kondisi Sehat, karena...

Tidak ada tempat mandi bilas! Untuk kekurangan yang satu ini cukup dimaklumi karena Gili Labak memang tak berpenghuni, jadi tak ada fasilitas. Di sinilah pentingnya kesehatan yang prima, karena Artebianz harus berlayar kembali ke Kalianget dengan kondisi baju basah selama dua jam. Yang daya tahan tubuhnya sedang tidak fit bisa-bisa kena flu.

gili_labakSudut Gili Labak


Toilet Dan Penginapan Di Sekitar Gili Labak

Untuk mandi bilas, Artebianz bisa menumpang di kamar mandi rumah-rumah nelayan di kampung Nelayan Kalianget. Selain toilet, Artebianz juga bisa ngemil atau beli minuman di kampung Nelayan. Di sana harga masih serba murah, seplastik es sirup saja masih dijual seharga 500 rupiah padahal di kota saya harganya sudah mencapai 2000 rupiah.

Atau Artebianz bisa tahan kotor sedikit lebih lama lagi untuk mandi di toilet umum yang lebih nyaman di penginapan "Bu Rachmad". Toilet umum dan penginapan "Bu Rachmad" berjarak sekitar 10 menit dari kampung Nelayan Kalinget.

Letaknya memang agak masuk gang kecil, depan Terminal Kalianget (belakang warung bakso), namun toilet dan penginapan Bu Rachmad ini sangat bersih dan nyaman. Sewa toilet untuk mandi dikenakan biaya 3000 rupiah, sedangkan sewa kamar dikenakan biaya 40ribu rupiah per malam. Bu Rachmad bahkan mempersilakan saya untuk sholat di salah satu kamar tidur yang kosong.

 

Akhir Kata...

Petualangan di Gili Labak, Sumenep, Madura, ini sangat mengesankan. Pulau terpencil berterumbu karang indah dan teman seperjalanan yang tepat adalah kombinasi sempurna untuk menikmati wisata alam. Walaupun berakhir dengan kulit yang lebih gelap dan belang karena terbakar matahari, serta pegal-pegal, rasanya sebanding dengan apa yang kita dapatkan dari sebuah panorama laut. Sampai jumpa di Pelesir Artebia berikutnya! Smile

gili_labak


Skema perjalanan One Day Trip Gili Labak, Sumenep, Madura, Jatim

Transportasi                      :Mobil (sewa/pribadi)
Tiket Masuk Gili Labak       :Rp0
Alat snorkeling                   :Tidak Disediakan Di Tempat (bawa pribadi)
Sewa Kapal ke Gili Labak   :- 1.4 juta rupiah (kapal gedong max. 60 orang)
                                         - 800 ribu rupiah (kapal kecil max. 10 orang)
Penginapan Gili Labak        :Penginapan "Bu Rachmad" Kalianget Sumenep (depan terminal Kalianget)
Dokumentasi                     :Pribadi (bawa kamera water ressistance)
Bulan Kunjungan Penulis    : Februari 2015

 




Nadia Sabila

Nadia Sabila adalah seorang jurnalis yang menggandrungi travelling dan makanan pedas.

Profil Selengkapnya >>

Wisata Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Mengasah Rasa Lewat Kehidupan dan Gelombang Ujian


Figur: Lia Indra Andriana - Dari Seorang Calon Dokter Gigi Menjadi Salah Satu Penerbit Berpengaruh


Just So Stories Sekadar Cerita


Ada Apa Dengan Cinta? 2 - Setelah Beberapa Purnama Terlewati




Nikmatnya Sop Buntut di


Kedai Es Krim Zangrandi - Sejak 1930


Mengenang Sejarah Dukuh Kemuning Dan Menguak Peninggalan Kepurbakalaannya


Diskusi Bersama Alvi Syahrin dan Ika Vihara: Wattpad dan Sastra Digital


Sebuah Wajah, Sebuah Rasa (Bagian Lima)


Kisah Tentang Himawari


Kesenyapan Memeluk di Kesendirian