Prisca Primasari's Love Theft Series - He Who Steal Some Love

25 May 2016    View : 3844    By : Niratisaya


Ditulis oleh  Prisca Primasari
Diterbitkan oleh  Prisca Primasari
Disunting oleh  Nur Aini dan Elly Putri Pradani
Penataan letak oleh  Gita Mariana
Desain sampul oleh  Nisa Nafisah
Diterbitkan pada  Desember 2015 (Love Theft #1) dan Febuari 2016 (Love Theft #2)
Genre  fiksi, young adult, romance, drama, comedy, fantasy
Jumlah halaman  192 (Love Theft #1) dan 242 (Love Theft #2)
Koleksi  Perpustakaan Pribadi

 

Blurbs Love Theft #1

Frea Rinata gadis yang sangat payah di kampus. Sementara teman-temannya sudah melangkah jauh ke depan, dia tetap saja berjalan di tempat, minim prestasi, dan dipandang sebelah mata. Benar-benar menyebalkan.

Untunglah, dia punya kehidupan kedua yang lebih menarik, yang melibatkan seorang pemuda bernama Liquor. Atau setidaknya, pemuda yang "dipanggil" Liquor. Frea nyaris tidak tahu apa-apa tentangnya, kecuali bahwa pemuda itu sangat menarik, memiliki profesi yang tidak biasa, dan penuh misteri. Namun, jauh di dalam hati, Frea jatuh cinta padanya, meskipun tidak pernah mengakuinya.

Sampai kapan Frea akan menyangkal perasaannya? Dan benarkah kehidupan keduanya semenarik yang dia pikirkan? Karena semakin lama, segala hal tentang Liquor semakin membuat dirinya frustrasi. Dan sangat khawatir.

 

Blurbs Love Theft #2

Permasalahan yang dihadapi Frea, Liquor, dan Night semakin rumit saja. Ketiganya harus membenahi kekeliruan yang mereka lakukan, sekaligus bertarung dengan perasaan masing-masing.

Di lain sisi, Frea semakin mengenal Liquor, sedikit demi sedikit. Dia memahami luka pemuda itu, mengetahui masa lalunya, juga terus berusaha mengobati hatinya.

Namun, tepat saat Frea menyadari betapa dia mencintai Liquor, sesuatu terjadi. Masalah baru yang luput dari perhitungannya.

 

 Love Theft

Siapa pun yang mendengar kata pencuri, pasti akan secara otomatis teringat pada wajah begal yang menakutkan dan tindak kriminal yang mengerikan. Seperti yang disiarkan di teve. Tapi… nggak selamanya pencuri itu menakutkan atau mengerikan. Apalagi kalau yang dicuri ternyata cinta.

Atau… malah jadi lebih buruk ya? Karena, seorang pencuri kalau nggak mengoleksi barang curiannya, pasti menjualnya Yell

Penasaran cerita seri tentang pencuri dan kisah pencurian cinta ala Prisca Primasari ini? Hayuklah, kita lanjut ulasan kita.

 

 

 


Love Theft Series et Le Résumé

Nggak ada yang lebih menyenangkan dari mengetahui passion-mu, mendapatkan dukungan, dan bisa menjalaninya. Inilah yang terjadi pada Frea Rinata, penggemar musik klasik yang berkuliah di jurusan seni musik dengan spesifikasi musik klasik. Belum lagi, dia menggunakan biola stradivarius pemberian pamannya (Vito) untuk berlatih. Everything should be nice and sweet for Frea the music freak.

Tapi kenyataannya nggak begitu.

Frea justru sama sekali nggak merasa senang. Ini karena ia tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk tampil dalam resital, padahal dia sudah berada di tahun terakhir kuliah. Hilangnya kesempatan Frea itu disebabkan oleh tidak seorang pun dari dosennya yang menyukai permainan musik Frea. Satu menilai permainan apiknya sebagai wujud fenomena “once in a blue moon” dan “sebuah kebetulan”. Salah satu dosennya bahkan berkomentar:

“Frea Rinata sering kali bikin improvisasi sendiri. Dia nggak mau mematuhi kaidah klasik—dia strict to the technique hanya kalau sedang mood. Saya nggak yakin dia akan berhasil mengikuti resital sebesar itu.” (Love Theft #1: hal. 1)

Imbasnya, Frea kabur dari kehidupannya sebagai mahasiswi seni musik dan menjalani kehidupan rahasianya. Bukan sebagai salah satu pahlawati Marvel, Frea justru bergabung dengan sekelompok gerombolan geng pencuri kelas kakap bernama “Arthropods”, yang dipimpin oleh Vito—the very same uncle who gave her the stradivarius.

Tapi di sini Frea nggak menjadi salah satu personel Arthropods. Well, yah… nggak secara teknis, sih. Dia hanya menjadi 'sidekick' setiap anggota Arthropods yang beraksi. Khususnya Night, cowok cantik nan memikat sekaligus pianis patah hati yang bikin Frea kepincut. Dan Liquor, cowok misterius yang diduga kuat memiliki darah asing dengan daya pikat yang memabukkan, sesuai nama alias yang digunakannya.

Love Theft 1

Semula hubungan Frea dengan komplotan Arthropods bisa dibilang adem ayem, tanpa satu hal pun yang  menggoyang perahu mereka, sampai akhirnya Vito menugaskan Night dan Liquor untuk mencuri kalung liontin Tiffany and Co. milik seorang sosialita muda bernama Coco Kartikaningtyas.

Latar belakang Coco yang merupakan anak bungsu pengusaha terkenal sekaligus pengalaman Frea yang mengenalnya sebagai “bukan adik kelas favoritku”, membuat Liquor memperlakukan misi Tiffany and Coco ini sebagai salah satu pencurian biasa. Liquor tidak menggunakan taktik apa pun yang rumit. Dia hanya tersenyum—satu hal yang memicu tingkat daya pikatnya menjadi sepuluh kali lipat—dan memanfaatkan ngengat sebagai pengalih perhatian.

Sayangnya, Coco Kartikaningtyas bukan sekadar sosialita biasa. Dia bahkan bisa mengobrak-abrik ketenangan kelompok Arthropods, membuat Liquor galau, dan Frea tanpa sadar cemburu.

Siapa sebenarnya Coco Kartikaningtyas dan bagaimana petualangan para pencuri yang merampok perhatian dan hati saya?

Lalu, kenapa bisa Frea cemburu? Padahal dia tahu siapa Liquor dan apa yang ada dalam pikiran cowok itu tentang cinta.

Dan… kenapa Liquor yang sempat mengenyam bangku kuliah bisa terjebak dalam dunia kriminal?

Artebianz bakal tahu….

….

pas baca novelnya langsung. Muehehehe!

 

Oh ya, FYI, Artebianz; masing-masing personel (I love to use this terms karena saya membayangkan komplotan ini sebagai boyband Laughing) Arthropods menggunakan serangga dan hewan dengan kaki berbuku-buku sebagai pengalih perhatian. Kalau Liquor menggunakan ngengat, Night menggunakan kupu-kupu. Dan, ada juga Tarantula, yang (tentu saja) menggunakan laba-laba. Lengkapnya tentang personel Arthropods dan ‘sidekick’ mereka plus latar belakang kisahnya, Artebianz wajib baca seri Love Theft langsung.

Baca juga: Priceless Moment - Yang Disisakan Waktu Ketika Ia Berlalu

 

 

Love Theft et Le Critique

Frea Rinata si Musisi yang Tersesat

Aku punya dua kehidupan:
1. Menjadi mahasiswi payah di kampus.
2. Bergaul dengan sekelompok pencuri. (Love Theft #1: hal. 1)

Sekilas dari kutipan di atas kita bisa tahu Artebianz, kalau Frea bukanlah tipe heroine yang umumnya muncul dalam cerita crime-fantasy. Selain bukan seorang pembasmi kejahatan, atau kriminal itu sendiri—seperti Harley Quinn dalam Suicide Squad, Frea ditampilkan sebagai seorang gadis rendah diri yang sama sekali nggak yakin dengan apa pun dalam hidupnya.

Pertama, dia nggak terlalu yakin dengan kemampuannya—atau memahami di mana keahliannya. Kalau melihat bagaimana semua dosennya mengomentari Frea lebih sering melakukan improvisasi saat memainkan lagu, which is why she considers herself as a mahasiswi payah.

Kedua, Frea mencari tempat yang bisa menerimanya atau paling nggak masih memiliki norma umum, yang merendahkan pencuri. Thus, dia masih merasa kalau kehidupan yang dia jalani nggak ada bagus-bagusnya. Dan, pada akhirnya, Frea merasa kalau dirinya nggak ada bagus-bagusnya Frown

Frea's House

Ini juga sebabnya kenapa Frea merasa nggak percaya diri sewaktu bermain piano dan nggak percaya kalau Night mengatakan ingin berduet dengannya. Padahal, sama seperti permainannya, Frea adalah pribadi unik yang nggak bisa tampil kaku mengikuti peraturan yang ada. Frea adalah pribadi yang sangat dipengaruhi oleh mood dan kesukaannya kita bisa melihat ini dari pilihan warna perabotan untuk rumah yang ditinggalinya sendiri (Love Theft #1: hal. 10).

Atau orang-orang yang dipilihnya sebagai teman dekat.

Baca juga: Girls in the Dark - Hal-Hal yang Terjadi Ketika Sekelompok Gadis Berkumpul dalam Gelap

 

2. Para Pencuri Cinta

a. Liquor

Salah satu personel Arthropods yang terpopuler (di mata Frea). Selalu muncul dengan penampilan konstan: “… jaket bercorak garis-garis hitam-putih, juga sarung tangan hitam.” (Love Theft#1: hal. 7). Sikap Liquor yang cenderung menarik diri, membatasi percakapan, dan catatan yang tersimpan rapat di benak Vito membuat Frea semakin penasaran dengan salah satu personel andalan Arthropods ini. Belum lagi penampilannya….

Dia pemuda yang sangat menarik, yang setiap bagian wajahnya bak pahatan proporsional. Mata, hidungm serta bibir, semuanya pas. Tidak terlalu tampan hingga membuat bosan, tapi juga tidak bisa dibilang biasa saja. Rambutnya kemerahan, tampak alami dan bukan produk cat mahal. (Love Theft #1, hal. 7)

Lengkap sudah alasan Frea untuk jatuh hati kepada pemuda yang dengan mudah bisa menyabet hati kaum hawa ini.

Namun, di sisi lain, Frea juga memiliki alasan yang sempurna untuk menjauhi Liquor: kecenderungan Liquor untuk menganggap remeh sebuah hubungan dan dengan mudahnya memberikan ciuman kepada gadis mana pun yang berhasil menarik perhatiannya. Termasuk Coco Kartiningtias yang jelas-jelas dibenci oleh Frea. Dulu karena sikap arogan gadis itu—sekarang? Karena naga-naganya Coco lebih bisa membaca sosok asli Liquor yang nggak diketahui Frea.

“Yakin banget sih kamu. Kali aja kamu yang kebalik. Dia yang asli ya dia yang tersenyum lembut. Yang sekarang itu yang palsu.” (Love Theft #1, hal. 7)

Namun, sikap Liquor itu bukan karena karakter asli pemuda yang sama memabukkannya dengan nama julukannya ini. Ada sebuah alasan yang membuat Liquor menjadi Liquor—yang dibahas tuntas oleh Primasari di seri kedua. And I refuse to talk about it here. Kalau menggosip soal Love Theft series di Twitter, bolehlah Laughing

b. Night

Seorang pianis yang menyesatkan diri menjadi personel Arthropods.

Yap.

Kamu nggak salah baca Artebianz, menyesatkan diri.

Night yang memiliki nama asli Kyandoru Fukaura ini memilih untuk menyesatkan diri ke dalam dunia kriminal setelah dia mengalami permasalahan dengan sang istri. Night yang teramat mencintai istrinya kabur ke Indonesia, sebuah negara yang disangkanya tak memiliki seorang penduduk pun yang mengenali sosoknya. Namun, nggak dinyana, dia malah bertemu dengan Frea—mahasiswi Seni Musik yang mendalami instrumen piano seperti dirinya.

Berbeda dengan Liquor yang menebarkan aura misterius, Night justru tampil ringan dan ceria—seperti kupu-kupu yang dipilihnya sebagai 'sidekick'.

Night tampak indah seperti biasa. Poni panjangnya hampir menutupi kedua matanya, rambut layer sebahunya menawan, bibir tipis dan manis (Love Theft #1: hal. 29).

c. Tarantula

Bisa dibilang di antara semua personel Arthropods, Tarantula adalah salah satu sosok yang nyentrik. Malah mungkin paling nyentrik di antara personel lainnya, karena selain seorang pencuri, Tarantula adalah seorang hacker dengan penampilan yang bisa membuat siapa pun langsung menoleh ke arahnya dan nggak akan melupakannya….

Dia laki-laki yang sangat jangkung dan sangat kurus, sehingga ketika dia berjalan, kesannya seperti tiang bendera karatan yang diembus-embus angin…. Rambutnya cepak. Wajahnya kurus, penuh goresan bekas luka…. (Love Theft #1: hal. 131).

Berbeda dengan Night dan Liquor yang tinggal pergi ke penangkaran kupu-kupu dan ngengat untuk mendapatkan 'sidekick' aksi mereka, Tarantula konon harus pergi ke Australia untuk mendapatkan 'sidekick'-nya. Sementara itu, untuk fisiknya bisa jadi ini bawaan sejak lahir dan hasil dari profesi lain yang digeluti Tarantula secara rutin.

Kalau Night berhubungan dengan Liquor di masa kini, baik sebagai rekan nggak resmi, maupun yang akhirnya membuat Liquor membuka matanya—Tarantula punya kaitan yang sama eratnya dengan Liquor dan masa lalu pemuda itu.

Seperti apa dan bagaimana sosok yang amat dibenci Liquor itu memengaruhi kehidupannya? Jawabannya ada di seri kedua Love Theft.

Baca juga: Balada Sebuah Perut

 

3. Coco Kartikaningtias

Salah satu tokoh yang membuat saya merasa bordering antara kagum dan benci pada tokoh yang satu ini. Saya kagum karena dia adalah tokoh (semula dikira) simpel dan mudah diperdaya oleh Liquor. Namun, justru membuat The Arthropods kalang kabut.
Siapa yang menyangka, gadis yang menulis pesan OMG! Lucu bangeeeeeeet! Oke deh, sayah ke sana sekarang. C u! (Love Theft #1: hal 78)” punya sisi gelap.

Suara Coco membuatku merinding. Itu seperti bukan suara Coco Kartikaningtias, gadis sosialita manja yang sering minta uang pada Papa untuk membeli barang-barang yang dia inginkan. Suara ini tidak pernah kukenal, suara yang penuh dengan aura memerintah, suara seseorang yang ditakuti (Love Theft #2: hal. 104).

Selama ini baik personel Arthropods maupun Frea mengenal Coco sebagai gadis yang mudah takjub dengan segala hal yang indah—dari kalung Tiffany&Co. yang jadi incaran geng Liquor, sampai pemuda itu sendiri. Namun, seiring bergulirnya cerita, Coco malah menjadi salah satu tokoh kunci yang memporak-porandakan The Arthropods. Walau nggak bisa dibilang tindakannya itu tergolong bijak atau 100% berjalan sesuai keinginannya, tapi Coco tetap di hati sayah Tongue Out

Audrey_CocoBayangkan ini Coco, dengan sosok yang lebih centil dan manja.

Dari semua tokoh, menurut saya Coco adalah salah satu penggambaran yang paling sempurna. Dia berkembang, menunjukkan segala kelebihan dan kekurangannya di sepanjang seri.

Baca juga: Merah Balada

 

 

Love Theft Series en général

Dari belasan cerita yang ditulis Primasari, Love Theft termasuk karya yang utuh dan memuaskan bagi pembacanya. Bagaimana enggak, Artebianz, Primasari menuliskan dua seri untuk cerita Frea-Liquor. Namun, tentu saja, ada risiko ketika seorang penulis memutuskan untuk membuat cerita seri: dia harus mampu memotong cerita dengan baik di seri pertama, mengulurnya di seri kedua, menemukan aspek baru dalam ceritanya, dan memberikan ending yang sempurna untuk cerita tersebut.

And I have to admit, meski mengangkat sebuah cerita crime-fantasy, tapi Primasari sanggup membangun sebuah dunia yang dengan mudah bisa saya bayangkan. Despite she said that it’s a mangaish work.

Ini semua karena Primasari menggambarkan tiap setting dan detail dalam latar ceritanya dengan baik.

Misalnya saja butik Gossamer yang dijadikan duo ngengat dan kupu-kupu untuk menjebak Coco Kartikaningtias:

Butik itu bernuansa putih-emas, dengan kandelar-kandelar spektakuler dan puluhan pakaian mahal serta langka yang menggantung di lemari-lemari yang terkunci (Love Theft #1: hal. 77).

Atau ketika Prismasari menggambarkan suasana dan nuansa pesta Coco Kartikaningtias.

Detail adalah salah satu hal yang penting, nggak peduli apa pun genre cerita yang dibuat oleh seorang penulis. Karena detail nggak hanya membuat dunia fiksi menjadi believable dan imaginable, tapi juga memengaruhi mood pembaca.

On the other hand, despite the satisfaction that I felt as I flipped Love Theft #2’s last page, saya nggak merasakan kepuasan yang sama seperti Purple Eyes. Mungkin ini karena saya merasa nyaman dengan nuansa yang dibangun oleh Primasari di novel yang diterbitkannya di bulan Mei ini. But it’s only a reader’s preference Wink

Love Theft Series

Yang penasaran dengan rating saya, sila klik Love Theft #1 dan Love Theft #2.

Baca juga: Pria Asing di Pos Kamling

 

 

 

Your book curator,
N

 


Tag :


Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Review Buku Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Stigma dan Tradisi: Berhenti Belajar! Mari Mulai Berpikir dan Menciptakan


Giveaway: Happiness is You Karya Clara Canceriana


Wana Wisata Sumberboto - Keindahan Alam yang Masih Dipandang Sebelah Mata


The Imitation Game - Menginspirasi Banyak Orang Tentang Makna Perbedaan


H.O.S Tjokroaminoto: Priyayi dengan Profesi Teknisi Sekaligus Politisi yang Berjiwa Pendidik


Goyang Kaki Dan Goyang Lidah Di Lontong Kikil Bu Dahlia


Oost Koffie & Thee - Rumah Kopi dan Teh yang Menawarkan Lebih Dari Kenyamanan


Cheongsam Bunga Teratai Mei Lien


Kun Anta - Humood Al Khuder: Jadilah Diri Sendiri


Deja Vu: Pesta Ketiga WTF Market di Surabaya (Bagian 2 - End)


Dalam Sekam Kehidupan


My Toilet Prince - Pintu Pertama