Wisata Buang Cinta (Sehimpun Cerita)
22 Mar 2016 View : 4250 By : Nadia Sabila
Ditulis oleh | Dadang Ari Murtono |
Diterbitkan oleh | Kupu-Kupu Lucu (KKL) Publishing |
Disunting oleh | Dadang Ari Murtono |
Tata Letak oleh | Akhmad Fatoni |
Desain sampul oleh | Bayi Design |
Genre | fiksi, romance, thriller |
Jumlah halaman | 113 |
Diterbitkan pada | Maret 2013 |
Nomor ISBN | 978-602-19268-2-6 |
Harga | Rp33.000,00 |
Koleksi | Perpustakaan Artebia |
"Mana ada orang yang ingin pergi ke tempat seperti ini dan mesti membayar pula? Tapi begitulah. Sekali lagi aku keliru. Entahlah, aku tidak tahu apa yang ada di pikiran orang-orang yang datang ke tempat ini. Mencerna alasan kenapa tempat ini dibangun saja sudah susah bagiku."
Tempat apa yang dimaksud? Tempat untuk berwisata. Wisata Buang Cinta. Salah satu judul cerpen yang dijadikan judul utama dalam buku kumpulan cerpen karya penulis asli Mojokerto, Dadang Ari Murtono. Wisata Buang Cinta adalah representasi dari 19 cerpen dalam buku ini; cerita-cerita pendek karangan Dadang yang menurut saya merupakan kisah-kisah yang ringkas, dalam, intim, tapi berdarah-berdarah.
Wisata Buang Cinta
Baiklah, daripada tanggung dan membuat penasaran, saya kupaskan cerpen utama ini untuk Artebianz. Wisata Buang Cinta adalah cerita kelima dalam kumpulan cerpen Wisata Buang Cinta.
Ceritanya tentang seorang laki-laki, yang "hanya" lulusan SMA dan berkali-kali tak naik kelas, sehingga sulit mendapat kerja. Setelah berbagai gunjingan, si pria ini pun mendapatkan pekerjaan di sebuah tempat wisata anti-mainstream.
Kenapa anti-mainstream? Karena tempat wisata ini bukan tempat wisata biasa yang cocok untuk bersenang-senang atau memadu cinta.
"Orang-orang lupa bahwa tidak semua orang di dunia ini kasmaran. Tidak semua orang mendapat kenikmatan cinta. Tidak semua orang sedang jatuh cinta...." (hal. 27)
Tempat kerja si pria ini justru tempat untuk membuang cinta. Melihat peluang bisnis dari manusia-manusia yang patah hatinya. Objek tamasya yang cocok bagi mereka-mereka yang tak menginginkan lagi rasa cinta pada seseorang yang hanya berujung pada sakit di dalam.
"Ini bisnis yang rumit. Hanya yang benar-benar patah hati, yang seakan sudah kehilangan semangat hidup saja yang bisa datang ke tempat ini. ..." (hal. 28)
Si pria ini terbilang bukan pria yang cerdas dalam prestasi akademik. Jadi awalnya, sulit sekali baginya untuk memahami untuk apa tempat kerjanya ini dibangun. Terlebih lagi, ternyata ada saja yang mau berkunjung ke sana. Sampai akhirnya, ia sendiri datang ke tempat itu, sebagai pengunjung, bukan pegawai seperti biasa karena istrinya mengkhianatinya.
Di tempat Wisata Buang Cinta, semua permasalahan akan selesai, semua barang-barang yang mengingatkan padaa mantan atau cinta yang dikhianati akan dibuang di sini. Sekali berkunjung kemari, maka seseorang tak akan lagi merasakan sakit hati, bahkan perasaan apa pun. Wow, bagaimana bisa?
Tentu Artebianz bisa menebak sendiri, apa yang harus dilakukan seseorang agar tak lagi merasa sakit hati atau merasakan apa pun selama-lamanya.
Ada yang sudah paham? Hihihi.... Ngeri ya?
Baca Juga: Pengelanaan Sempurna
Wisata Buang Cinta: Sebuah Paradoks
Terlepas dari akhir cerita yang pedih dan penuh darah, Wisata Buang Cinta menawarkan kisah paradoksal. Dadang sukses menampilkan sisi lain dari bunuh diri karena patah hati dengan ide berpikir yang terbilang gila dan kontradiktif. Ide "bisnis" Wisata Buang Cinta adalah paradoks bagi logika manusia. Sepertinya salah, tetapi mungkin ada benarnya jika sudah merasakannya sendiri.
Judul Cerita Favorit Di Wisata Buang Cinta
Wisata Buang Cinta sendiri sebenarnya bukanlah judul favorit saya. Saya menyukai Cerita Perihal Payung-Payung karena "ringan tetapi berat" dan Beringin Bersulur Rambut karena agak kena dengan kehidupan asmara saya (yak! Curhat Colongan. Hehehe). Saya kasih "teaser"-nya saja ya, Artebianz.
Cerita Perihal Payung-Payung
Ceritanya tentang sepasang kekasih yang sering berdebat meski saling cinta. Mereka memperdebatkan apa saja termasuk payung apa yang akan mereka gunakan saat hujan.
"Aku suka payung dengan warna merah," katamu. "Aku merasa payung itu serupa cinta ... Dan warna merah itu, ah, alangkah selalu mengingatkanku pada hangat tubuhmu, pada hangat cinta itu." (hal. 17)
Ada filosofi cinta yang membara yang dianalogikan dalam sebuah payung berwarna merah. Kemudian, ada juga payung kembang-kembang, yang menjadi lambang cinta yang bersemi sekaligus menjadi kisah kilas balik saat pertama pasangan itu bertemu (hal. 17-18)
Setelah itu, akan dijabarkan kisah pasangan itu dan beraneka payung yang sesuai dengan suasana hati mereka. Sampai cerita diakhiri dengan payung hitam dan ditutup dengan payung robek dan tentunya sedikit "percikan" darah khas cerpen Dadang Ari Murtono.
Ada antitesis yang terkandung dalam alasan saya menyukai cerita ini: "ringan tetapi berat". Kisahnya memang ringan bahkan sepele, tentang payung dan warna-warna payung. Tetapi, kisah hidup pengguna payung itulah yang membuatnya menjadi dalam. Inilah poin yang saya sukai dari tulisan Dadang Ari Murtono. Beliau bisa menggali hal yang terdalam dari sebuah kisah sederhana.
Beringin Bersulur Rambut
Sedangkan untuk Beringin Bersulur Rambut, saya menyukai kalimat dalam cerita berikut ini:
"Begitulah lelaki dimana saja. Selalu menjadi milik jarak. Menjadi milik tualang. Selalu saja ada alasan yang membuat lelaki pergi. Dan menjadikan perempuannya penunggu...." (hal. 22)
Beringin Bersulur Rambut ingin menyampaikan perihal perbedaan perempuan zaman dulu dan zaman sekarang. Perempuan zaman dulu, saking setianya kepada lelakinya, rela menunggu dengan setia dan menjelma menjadi sebuah beringin dalam dongeng. Satir kepada para perempuan sekarang yang menganggap kesetiaan adalah hal bodoh yang tak mungkin lagi dilakukan di zaman seperti ini (hal. 25).
Baca juga: Kerinduan Yang Patah
Wisata Buang Cinta: Simpulan Jalinan Bunga Rampai
Secara keseluruhan, kumpulan cerpen dalam Wisata Buang Cinta ini menggambarkan secara konsisten karakter tulisan Dadang Ari Murtono yang berupa kisah cinta yang "gloomy", indah, membara, tapi tak jarang selalu ada pedih dan darah yang menyertainya. Di judul terakhir bahkan ada cerita sendiri yang tentang kisah sebuah darah.
Cinta-cinta merah berdarah, mungkin itulah simpulan yang bisa saya tarik setelah membaca ke-19 judul cerpen dalam Wisata Buang Cinta. Sebuah karya sastra cerpen yang ringkas namun tidak dangkal. Tak ringan, tetapi tak rumit. "Nyastra" tapi tak berat untuk dicerna. Tak salah jika cerpen Dadang Ari Murtono sering lolos untuk dipublikasikan di kolom sastra surat-surat kabar ternama.
Wisata Buang Cinta cocok untuk Artebianz yang sedang membutuhkan inspirasi untuk mulai menulis karya sastra berupa cerita pendek yang berkualitas. Buku bersampul kuning ini merupakan salah satu karya sastra yang diterbitkan oleh penerbit baru yang juga berkantor di Mojokerto: Kupu-Kupu Lucu.
Baca juga: The Backstage Surabaya (Bagian 1): How To Start A StartUp
Nadia Sabila adalah seorang jurnalis yang menggandrungi travelling dan makanan pedas.
Profil Selengkapnya >>