Mas Bambi - Sebuah Perjalanan Panjang Menemukan Renjana

01 Jun 2017    View : 6562    By : Niratisaya


Passion. Satu hal tak berbentuk, tapi punya daya super maut untuk mendorong kita mewujudkan tiap mimpi dan keinginan tersembunyi.

Tapi … apa sebenarnya passion—atau renjana kalau dalam bahasa Indonesia—sebenarnya?

Beberapa mengartikan passion sebagai rasa cinta seseorang berlebih terhadap salah satu hobinya. Beberapa menganggap passion sebagai sebuah dorongan atau suatu perasaan mendorong mereka) untuk menekuni pekerjaan mereka. Mereka yang beruntung, akan menemukannya di masa kanak-kanak. Seperti Jacob Barnett, seorang bocah penggila matematika yang didiagnosis dengan autisme.

Sementara itu, mereka yang ‘nggak beruntung’ harus menghabiskan waktu mereka lebih dulu dan terkadang justru tersangkut dengan rutinitas sehari-hari, tanpa benar-benar menemukan passion-nya.

Adalah Bambang Gunawan Santoso, seorang animator yang menginspirasi saya untuk mengenali passion lebih jauh dan di mana batasnya.

Mas Be

Mas Bambang, yang lebih dikenal dengan nama kecil Mas Bambi, sudah lama mengetahui bidang apa yang disukainya dan menjadi passion-nya. Alih-alih menyadari apa dan di mana bakatnya, Mas Bambi mengetahuinya dari orang lain.

Passion dalam bidang gambar [saya] munculnya zaman SD—itu juga kata ortu loh. Padahal waktu SD gambar kakak saya lebih bagus, loh. Tapi belakangan menjelang SMP kesukaan saya menggambar semakin muncul,” tutur Mas Bambi, sebelum tertawa dan menambahkan. “[Saya] bahkan sempat mengerjakan tugas gambar saudara saya yang justru sudah SMU.”

Namun, setelah merasakan pasang-surutnya kehidupan, Mas Bambi menemukan passion sejatinya yang nggak melulu melibatkan imajinasi dan lincah gerak tangannya.

Baca juga: 5-ji Kara 9-ji Made, Antara Cita-Cita dan Cinta-Cinta

 

Mas Bambi: Jalan Kehidupan Selalu Bercabang

Tahu passion sejak SD kemudian lulus dari Jurusan Interior Design, nyatanya tidak berarti Mas Bambi bebas dari deraan galau seperti kebanyakan pelajar. Atau lepas dari perbedaan keinginan dengan orangtua. Pria kelahiran Tegal, 30 November ini bercerita kalau ia sempat kebingungan selepas menyelesaikan jenjang pendidikannya di bangku SMA.

Orangtua Bambi yang berprofesi sebagai pedagang menginginkan agar anaknya masuk Jurusan Kedokteran karena nilai pelajaran biologinya mendapatkan A. Padahal saat itu Mas Bambi mendapatkan nilai bagus karena biologi melibatkan banyak kegiatan yang menjadi hobi pria berkacamata ini: menggambar. Kecermalangan nilai Mas Bambi itu berbanding terbalik dengan nilai fisikanya.

“Nilai saya yang bagus cuma agama, kesenian, dan bahasa Inggris. Jadi, mau masuk kuliah [jurusan] apa juga bingung, sih.” Mas Bambi bercerita.

Mas Bambi bersyukur saat kedua orangtuanya mengizinkannya untuk memilih jurusan sendiri. Tentu saja dengan syarat bahwa apa pun jurusan yang dipilih oleh Mas Bambi, ia harus bertanggung jawab terhadap pilihannya. Mas Bambi pun memilih untuk mengejar impiannya dengan memilih Jurusan Interior Design di Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta.

Buku Mas Be7 Steps Korean Chibi-Unyu, karya Mas Bambi

Syukurlah, Mas Bambi mampu membuktikan keseriusannya dalam mengejar impian. Dia berhasil lulus dari ISI. Saat menunggu kelulusan, perubahan alur kehidupan sempat dialami oleh Mas Bambi saat menunggu wisuda S1-nya. Di waktu luangnya, Mas Bambi iseng-iseng mengikuti lomba make up. Bukan hanya satu atau dua kategori, tapi empat kategori sekaligus, Artebianz! Yaitu Make Up Gala, Make Up Pagi, Make Up Karakter, dan Make Up Panggung.

Ajaibnya, meski sempat repot, Mas Bambi meraih gelar juara di setiap kategori. Ia bahkan meraih gelar Juara 1 untuk kategori Make Up Panggung.

Mas Bambi percaya bahwa orang yang menyukai bidang seni tidak hanya mempunyai satu keahlian. Orang itu pasti memiliki keahlian di beberapa bidang lainnya. Ini sebabnya, ia menuruti dorongan hatinya yang melirik sebuah lomba make up. Di mata Mas Bambi segala hal tentang make up mirip menggambar. Bedanya, media yang digunakannya saat merias bukan kertas atau kanvas, melainkan wajah.

“Belakangan saya sempet ikutan cosplay. [Dua tahun] terakhir menjadi juri cosplay atau kostumasa pada acara Hellofest secara berturut-turut. Jadi, saya bisa make up (memadukan warna) dan sedikit body painting.” Mas Bambi menuturkan pengalamannya selama mendalami hobi barunya.

Bukan hanya itu, berkat acara Hellofest, Mas Bambi juga henshin (berubah) menjadi seorang koreografer untuk tari modern dan desainer.

“[Tapi itu] jaman dulu, loh." Mas Bambi buru-buru melontarkan penjelasan. Sambil tertawa ia menambahkan, “Kalo sekarang sudah nggak pernah lagi. Sudah kaku badannya.”

Selepas lulus, Mas Bambi mengikuti alur kehidupan yang membawanya bergelut dengan bidang interior selama delapan tahun. Sebelum berpindah haluan ke dunia animasi.

Sayangnya, memiliki pengalaman di dunia kreatif, tak lantas membuat Mas Bambi serta-merta bisa santai dan segera memulai pekerjaannya. Sebaliknya, keputusan ini membuat pria yang gemar mengenakan kemeja batik ini harus memulai karirnya dari nol.

Dua puluh tahun kemudian, Mas Bambi pun kembali ke bangku kuliah dan mempelajari animasi. Namun, setelah lulus dari Jurusan Animasi di International Design School, Mas Bambi masih harus berjuang untuk membuktikan diri dan tekadnya.

“… pertama kali bekerja di studio animasi selama empat bulan dan nggak dibayar,” kenang Mas Bambi sambil tertawa.

Keputusan Mas Bambi terjun di dunia animasi bisa dibilang riskan. Berbeda dengan dunia animasi di Jepang, Amerika, Korea, atau bahkan tetangga terdekat kita (Malaysia)—animasi di Indonesia belum berkembang dengan baik dan benar. Mas Bambi menuturkan rata-rata perusahaan animasi di Indonesia aktif hanya ketika ada proyek yang harus dikerjakan. Saat proyek itu selesai? Perusahaan-perusahaan animasi tersebut akan secara otomatis menggulung tikar mereka.

Imbasnya, karir Bambi di dunia animasi pun ikut pasang-surut mengikuti pasang surut perusahaan animasi Indonesia. Ia pun berkali-kali menganggur. Namun setiap pengalaman pahit yang dirasakan pria yang memiliki prinsip ‘selalu berpikiran dan bersikap positif’ ini tidak lantas membuatnya menyerah. Sebaliknya, ia semakin terpacu untuk membuktikan diri dan kesungguhan mimpinya.

Mas Be

 Baca juga: The Geogragraphy of Bliss

 

 

Mas Bambi: Perkembangan Rencana - Perkembangan Renjana

Setiap mimpi pasti menuntut si pemimpi untuk memberikan bukti, bahwa si pemilik menyanggupi tiap mimpi. Demikian pula dengan kisah Mas Bambi.

Mimpinya untuk hidup sebagai seorang seniman kembali mengalami cobaan. Di tahun 2012, kala Mas Bambi mulai memiliki karir mapan di dunia animasi; ia sekali lagi terkena PHK.

Jika sebelumnya Mas Bambi tidak dibayar selama empat bulan, kali ini ia mengalami hal yang tak jauh berbeda dengan durasi waktu yang sama. Bedanya, ia tak lagi memiliki kesibukan. Ini yang membuat Mas Bambi resah. Sampai akhirnya tiba sebuah penawaran yang mengubah rencana dan renjana Mas Bambi.

Universitas Bina Nusantara (Binus) mencari tenaga pengajar untuk bidang animasi. Tak mau lama-lama menganggur, Mas Bambi memutuskan untuk menyabet kesempatan ini. Satu per satu kesempatan menularkan pengetahuan pun datang ke hadapan Mas Bambi. Ia mulai mengajar di beberapa tempat lain: Universitas Pelita Harapan (UPH), UNIC-SSR, dan Raffles Institute.

Dari hari ke hari, satu kelas ke kelas lain, Mas Bambi tersadar bahwa passion-nya ikut berubah mengikuti perkembangan dalam hidupnya. Ia tidak lagi terpancang pada anggapan bahwa sebagai lulusan Jurusan Animasi ia harus menjadi animator. Mas Bambi menemukan satu hal lain yang mengizinkannya bekerja tanpa kehilangan identitasnya.

“[Saya sadar] ternyata passion saya adalah sharing. Artinya, pada saat ngajar [dan] berbagi pengetahuan mengenai hal-hal, yang kebetulan saya tahu lebih dulu, kepada para siswa dan mahasiswa itu amat sangat menyenangkan,” tutur Mas Bambi.

“Apalagi kalau mereka banyak menanyakan dan diskusi berbagai hal seputar animasi, suasana kelas menjadi lebih ‘hidup’. Di situlah passion saya muncul.”

Meski menikmati renjananya di dunia pendidikan, Mas Bambi tidak pernah melupakan dunia animasi dan ilustrasi yang digandrunginya sejak awal. Pria yang sudah terlibat dalam pembuatan dalam lebih dari 10 film dan seri animasi, dan akan terus bertambah, ini masih tetap menjaga akarnya. Mas Bambi melakukannya dengan bekerja paruh waktu sebagai ilustrator dan menulis buku panduan untuk mereka yang teraspirasi menjadi animator atau ilustrator.

Karya Mas BeBeberapa cover novel karya Mas Bambi.

 Baca juga: Ikan-Ikan dari Laut Merah

 

 

Mas Bambi: Teruntuk Calon Animator Indonesia

Di Indonesia profesi animator mungkin belum populer. Berbeda dengan pegawai negeri sipil, dokter, atau tentara. Namun, dengan adanya BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif), Mas Bambi berharap animasi—sebagai bagian sektor kreatif konten—bisa lebih maju dan mendapatkan perhatian.

Menjadi seorang animator di Indonesia menurut Mas Bambi “berat banget” dan banyak tantangannya. Artebian mungkin bisa merasakannya sendiri lewat pengalaman-pengalaman Mas Bambi. Namun, tak perlu cemas, seperti umumnya hal yang ada di dunia, menjadi animator bukan sekadar angan.

“Kalau dikerjakan dengan [dan] dari dalam hati, banyak mencoba dan belajar, lakukan riset dan survei yang mendalam—sehingga terjadi komunikasi antar animator dengan calon pemirsanya—agar karya kita nantinya bisa dinikmati dan disukai pemirsa; hasilnya nanti dijamin akan bagus.”

Animasi Mas BeMas Be dan Nimas Jaipong, dua tokoh rekaan Mas Bambi.

Untuk masuk ke dalam industri animasi, segala sesuatunya harus muncul dari diri pribadi. Seandainya kita memilih profesi animator, atau memilih jurusan demi menjadi animator, karena dorongan dari orang lain, kecil kemungkinannya kita akan sukses menjadi animator. Bahkan, Mas Bambi menjamin kalau kita “nggak bakalan jadi animator”.

“Bayangkan bila kita harus lembur di kantor, tetapi mengerjakan sesuatu yang bukan hobi dan passion kita. Hidup ini berat banget, ya....” seloroh Mas Bambi.

Perjalanan karier animator yang amat sangat panjang, berat, dan melelahkan inilah yang membuat Mas Bambi yakin tanpa dibarengi niat dari dalam hati dan kebulatan tekad—seorang calon animator tidak akan bisa menjalani ujian dalam perjalanannya. Dorongan dalam hati jugalah yang menjadi semacam ‘bola kristal’, yang menunjukkan masa depan bagi calon animator.

Selain itu, Mas Bambi menyarankan agar calon animator suka menggambar. Sebab, dasar animasi adalah menggambar. Ketika pekerjaan mengharuskan karya kita berkembang ke arah 3D, yang perlu dilakukan hanyalah mengembangkan pengetahuan kita.

“2D adalah kreativitas yang lebih ke seni, rasa, dan talenta—sedangkan 3D lebih kepada penggunaan logika dan matematika. [Kita] musti banyak-banyak membuka wawasan. Style apa pun nggak masalah, [karena kita] musti sering mencoba setiap hari. Dan, sekali lagi, cukup rendah hati bila diminta revisi pekerjaan.” Mas Bambi memberi tambahan masukan sambil tersenyum.

Mas Be's Coloring Book

Mas Bambi juga berpesan kepada calon animator Indonesia, 2D maupun 3D, agar tidak mengharapkan hasil yang instan. Sebab, hanya untuk membuat karya satu desain karakter yang bagus diperlukan ribuan kali sketsa-sketsa. Plus revisi di sana-sini berulang kali.

Amat sangat ribet sekali memang, Artebian. Apalagi jika kita ingin berkarya di bidang animasi—apa pun bentuknya—pasti akan dibandingkan dengan karya para animator di luar negeri. Khususnya Jepang dan Amerika.
“Pemirsa [Indonesia] tidak bodoh. Dari balita, [mereka] sudah bermain smartphone,” papar Mas Bambi.

Pada satu sisi, karya animator Indonesia bisa dinikmati secara luas. Namun, untuk bisa langgeng dan dan dinikmati pemirsa secara luas ada perjalanan panjang yang perlu kita tempuh. Satu-satunya jalan bagi Mas Bambi adalah melakukan “survei dan riset yang mendalam, serta senantiasa memperbaiki kualitas.”

Nah, tinggal bagaimana seorang animator mampu berkarya yang karyanya sesuai dengan keinginan pemirsanya, juga seberapa profesional bisa bekerja (khusunya bila mengerjakan pesanan animasi; yang deadline-nya sudah jelas) tepat waktu dan terjaga kualitasnya. Mudah dikatakan tapi sangat sulit dilakukan.

Baca juga: Kata-Kata Itu Telah Hilang Saat Kami Lahir

 

 

Akhir Kata....

Menemukan renjana sejak dini yang lantas membantu kita saat menentukan jurusan, kemudian pekerjaan, memang tidak terjadi kepada setiap orang. Oleh karena itu, Mas Bambi amat bersyukur karena bisa bekerja sesuai passion. Namun, ini bukan berarti semua menjadi lebih mudah bagi Mas Bambi.

Animated Mas Be

Ada kalanya Mas Bambi merasa murung dan mutung, seperti orang-orang pada umumnya. Namun, setiap kali itu pula, pria dengan moto “make the impossible possible” ini berusaha menyemangati diri sendiri dengan terus berpikir positif. Dengan terus beranggapan baik, bahwa Tuhan akan memberikan solusi agar kita mendapatkan yang lebih baik lagi dari apa yang telah hilang dari tangan kita.

Kita juga harus banyak bersyukur dan mendekatkan diri dengan yang maha Kuasa.
Di akhir percakapan kami, Mas Bambi berpesan—baik untuk calon animator maupun mereka yang memilih profesi lain—agar melakukan sesuatu bukan karena mencari uang.

 

“Pekerjaan kita yang bagus dan berkualitaslah [yang] nantinya akan menghasilkan uang, tetapi bukan sebaliknya. Salam nganimasi!”

Baca juga: Hati Terlelap Bahagia




Tag :


Niratisaya

Niratisaya a.k.a Kuntari P. Januwarsi (KP Januwarsi) adalah Co-Founder Artebia yang juga seorang penulis, editor, dan penerjemah.

Profil Selengkapnya >>

Figur Lainnya

Tulis Komentar
comments powered by Disqus





KATEGORI :




ARTIKEL PILIHAN :




Stigma dan Tradisi: Laki-laki, Perempuan... Mana yang Lebih Baik?


Surat Panjang Tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya


Pantai Karanggongso - Pantai Jernih Berpasir Putih Di Teluk Prigi


Goblin: The Lonely and Great God


Widyoseno Estitoyo: Pebisnis Muda, Aktivis Sosial, Dan Pekerja Seni


Jeju Ice Cream: Es Krim Unik Rendah Lemak


Patbingsoo - Yang Gurih-Manis Ala Korea di Surabaya


Kabut Rindu


Happy - Mocca Band (Dinyanyikan Ulang Oleh Aldin)


Literasi Agustus: GRI Regional Surabaya - Muda untuk Sastra


Dia Ramai Berhening


My Toilet Prince - Pintu Pertama